Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly tidak mempermasalahkan gugatan terhadap kebijakan pelepasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi.
Program tersebut terkait dengan upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).
Yasonna mengatakan, dirinya mempersilakan gugatan tersebut dilanjutkan. Dia akan mengikuti seluruh prosedur hukum yang harus dijalani ke depan.
"Bila ada yang menggugat kebijakan pembebasan warga binaan pemasyarakatan atau narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi karena mencegah pandemi Covid-19 di lapas, rutan, dan LPKA lewat jalur hukum, silakan saja," ujar Yasonna dikutip dari keterangannya yang diterima, di Jakarta, Selasa (28/4/2020).
Sebelumnya, Yasonna digugat ke pengadilan karena mengeluarkan kebijakan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Asimilasi bagi 37.000 narapidana (napi) se-Indonesia yang dinilai memunculkan keresahan masyarakat.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Ketidak-adilan Independen, dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H) adalah pihak yang melayangkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Surakarta pada Kamis (23/4/2020) lalu.
Baca Juga
"Telah didaftarkan gugatan perdata terkait kontroversi kebijakan pelepasan napi melalui asimilasi oleh Menkumham, di mana para napi yang telah dilepas sebagian melakukan kejahatan lagi dan menimbulkan keresahan pada saat pandemi. Kami mewakili kepentingan masyarakat yang justru harus ronda di kampung-kampung wilayah Surakarta bahkan keluar biaya untuk membuat portal di jalan masuk gang," ujar Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Boyamin Saiman dalam keterangannya pekan lalu.
Dia menyatakan, gugatan ini diajukan dengan tujuan mengembalikan rasa aman masyarakat. Meski gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Surakarta, Dia yakin jika gugatan ini dikabulkan, maka akan berlaku di seluruh Indonesia.
Dalam gugatannya,pihaknya menggugat Yasonna untuk menarik kembali napi asimilasi. Pihaknya juga menggugat Yasonna agar melakukan seleksi dan psikotest secara ketat jika hendak melakukan kebijakan asimilasi lagi.
Menurutnya, menkumham dan jajaran di bawahnya, termasuk Kakanwil, Kepala Lapas dan Rutan menerapkan syarat yang sederhana, tanpa meneliti secara mendalam watak Napi dengan psikotes sehingga napi berbuat kejahatan lagi.
"Jadi yang dipersalahkan adalah teledor, tidak hati-hati dan melanggar prinsip pembinaan pada saat memutuskan Napi mendapat asimilasi," ujarnya.
Boyamin juga menilai Yasonna dan jajarannya tidak mengawasi narapidana yang mendapat asimilasi. Padahal, mereka masih berstatus sebagai napi, artinya, pembinaan dan pengawasan masih tetap menjadi tanggung jawab Kemenkumham.
"Dengan tidak melakukan pengawasan dan pembinaan oleh para Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum," katanya.
Boyamin meminta majelis hakim agar menyatakan program asimilasi yang telah disetujui oleh Yasonna selaku menkumham itu dilakukan secara tidak memenuhi syarat sehingga merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Pihak penggugat juga meminta pengadilan menyatakan asimilasi dilakukan secara tidak memenuhi syarat dan tidak melakukan pengawasan adalah perbuatan melawanhHukum.