Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menyatakan pelanggar pembatasan sosial berskala besar tidak bisa dikenakan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan hal ini lantaran tidak sesuai dengan prinsip hukum.
Menurut Arif aturan soal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) itu mengacu pada UU No.6/2018 tentang Kerkarantinaan Kesehatan. Di UU itu sudah ada pengenaan pidananya di pasal 90 sampai dengan pasal 94 dan yang bisa diberlakukan itu pasal 93.
“Kalau berdasarkan prinsip lex specialis derogat legi generali, jadi kalau ada aturan khusus itu yang digunakan untuk mengesampingkan aturan umum,” kata Arif, Kamis (16/4/2020).
Atas dasar itu, aturan KUHP bisa dikesampingkan untuk menjerat pelanggar PSBB. Pasalnya, sudah ada aturan khusus yakni UU Kekarantinaan Kesehatan.
“Jadi harusnya yang diberlakukan cukup UU No.6/2018 yang ancamannya 1 tahun dan atau denda Rp100 juta,” ujarnya.
Menurutnya, lebih baik otoritas baik itu pemerintah pusat maupun daerah mengesampingkan sanksi pidana bagi pelanggar PSBB. Pasalnya, hal tersebut kontraproduktif dengan kebijakan PSBB dan social distancing.
Baca Juga
Selain itu pemerintah daerah juga harus memberikan sosialisasi terlebih dahulu agar masyarakat teredukasi. Arif meminta agar pemerintah tidak sedikit-sedikit mengancam pidana sebelum melakukan sosialisasi dan edukasi terlebih dahulu.
“Saya kira masyarakat sudah cerdas dan bisa diajak bicara baik-baik,” ujarnya.
Seperti diketahui, Pemerintah kota Bogor menyiapkan sanksi bagi pelanggar PSBB berupa tiga pasal dari KUHP.