Bisnis.com, JAKARTA – Seorang ilmuwan peneliti yang mempelajari virus menyatakan kekhawatirannya ketika musim alergi dimulai, obat alergi umum dapat menghambat reaksi tubuh terhadap virus corona baru atau COVID-19.
“Kami cukup khawatir bahwa jika Anda menggunakan steroid pada tingkat yang cukup signifikan, itu akan mengganggu kemampuan Anda untuk mengendalikan replikasi virus selama minggu pertama,” kata Daniel Griffin, peneliti dari Columbia University seperti dikutip Insider, Selasa (14/4).
Dia menjelaskan bahwa begitu berada di dalam tubuh, virus corona menggunakan protein untuk menempel ke membran sel dan mulai mereplikasi dirinya sendiri. Virus dapat menghasilkan 10.000 salinan dalam hitungan jam.
Begitu virus telah membajak banyak sel, sistem kekebalan tubuh akan mulai mempertahankan diri, mengirimkan sel darah putih ke daerah yang terinfeksi dan melepaskan bahan kimia defensif. Inilah saatnya orang mulai merasa sakit parah.
Akan tetapi, kekhawatiran Griffin adalah bahwa kortikosteroid, yang ada dalam banyak jenis obat alergi bekerja untuk mengurangi bahan kimia yang menyebabkan peradangan, suatu proses yang memungkinkan sistem kekebalan tubuh melemah.
Dalam konteks virus corona, Griffin menyebut ada pertanyaan di antara ahli virologi tentang apakah steroid dapat memperlambat serangan balik tubuh terhadap virus, yang dapat memberikan virus keuntungan untuk lebih kuat berkembang.
Sebuah penelitian menunjukkan steroid dosis tinggi dapat membuat orang lebih rentan terhadap flu. Lantas apakah hal ini juga akan berpengaruh terhadap virus corona baru? Sayangnya, masih terlalu sedikit pengetahuan tentang virus corona baru untuk menentukan hal ini.
Akan tetapi, ada banyak bukti yang menunjukkan influenza lebih ganas terjadi pada orang yang mengonsumsi steroid dengan dosis tinggi. Sebuah penelitian pada 2019 menemukan bahwa setiap peningkatan perdnisolon (steroid untuk asma) 5 mg per hari meningkatkan risiko infeksi sebesar 13 persen.
“Semakin tinggi dosis konsumsi steroid dan semakin lama durasi pengunaannya, semakin besar risiko pada individu [terkena infeksi[,” kata Jason Faller, seorang ahli reumatologi dalam sebuah analisis penelitian.
Oleh sebab itu, Griffin menyarankan masyarakat untuk menggunakan analisis risiko-manfaat sebelum mengonsumsi steroid. Alih-alih menggunakan obat alergi dengan steroid, dia menyarankan untuk mengonsumsi antihistamin atau dekongestan.
Namun demikian, bagi orang-orang dengan penyakit asma, yang berarti memiliki risiko tinggi terhadap penyakit dari COVID-19, konsumsi kortikosteroid inhalasi merupakan hal yang diperlukan. Asthma and Allergy Foundation of America mengatakan dalam kondisi ini steroid bukan risiko besar.
Adapun, Central for Disease Control and Prevention (CDC) mencatat bahwa ketika kortikosteroid digunakan pada masien MERS-CoV atau influenza, pasien itu lebih cenderung memiliki periode replikasi virus yang lebih lama dan memerlukan ventilator.
“Oleh sebab itu, kortikosteroid harus dihindari kecuali diindikasikan karena alasan lain,” kata CDC dalam sebuah pernyataan.