Bisnis.com, JAKARTA – Penutupan sejumlah bisnis di Jepang, termasuk warung internet di beberapa kota besar, membuat sejumlah orang kehilangan ‘tempat tinggalnya.’
Mereka dijuluki sebagai internet cafe refugees atau pengungsi di warnet, yang biasanya merupakan pengangguran atau pegawai tidak tetap dan tak memiliki penghasilan yang cukup untuk menyewa rumah.
Alasan memilih warnet sebagai tempat mereka tinggal adalah biaya sewa yang cenderung leih murah. Selain itu, sejumlah warnet memiliki fasilitas yang memadai, seperti bilik pribadi, kamar mandi, sekaligus hiburan.
Meskipun tingkat tunawisma di Jepang tergolong rendah dibandingkan dengan banyak negara maju lainnya, lebih dari 4.000 "pengungsi warnet" ini berada di ibu kota, Tokyo.
Menyusul pengumuman keadaan darurat di Tokyo, Gubernur Tokyo Yuriko Koike memerintahkan penutupan sebagian dari kafe internet ini sebagai bentuk pencegahan terhadap penyebaran virus Corona di kota.
Dilansir dari BBC, pejabat kota mengatakan mereka sudah mulai menyediakan tempat tinggal sementara berupa kamar hotel dan bentuk akomodasi sementara lainnya. Di kota tetangga, Saitama, pihak berwenang juga menggunakan kembali gedung olahraga untuk menampung pengungsi sementara.
Baca Juga
Pemerintah Metropolitan Tokyo mengatakan pihaknya memberikan dukungan melalui Tokyo Challenge Net untuk membantu tunawisma mendapatkan tempat tinggal.
Tetapi Kazuhiro Gokan, seorang konsultan kelompok pendukung tunawisma setempat, mengatakan bahwa banyak tunawisma yang ditolak karena terjadi kesalahpahaman dengan pengelola tempat penampungan sementara.
“Banyak yang ditolak karena tampaknya ada kesalahpahaman di antara para pengelola," kata Gokan, seperti dikutip Nikkei Asian Review.
Kasus infeksi di jepang relatif kecil dibandingkan dengan negara lain. Pada Minggu (12/4), jumlah kasus yang dikonfirmasi mencapai 6.748 kasus dengan total korban meninggal mencapai 108 jiwa. Tetapi ada kekhawatiran lonjakan baru-baru ini di Tokyo dapat menyebabkan wabah besar.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah mendeklarasikan keadaan darurat selama satu bulan yang meliputi meliputi Tokyo, Osaka dan lima prefektur lainnya. Gubernur prefektur dengan keadaan darurat memiliki wewenang untuk menutup sekolah dan bisnis, tetapi tidak ada perintah agar warga berdiam di rumah.