Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengakuan Trump: Dulu Saya Benci OPEC

Sebelum menjadi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bukanlah penggemar berat OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak).
Presiden AS Donald Trump berbicara dalam acara penandatanganan UU Otoritas Pertahanan Nasional untuk Tahun Fiskal 2020 di Pangkalan Militer Gabungan (Joint Base) Andrews, Maryland, AS, Jumat (20/12/2019)./Reuters-Leah Millis
Presiden AS Donald Trump berbicara dalam acara penandatanganan UU Otoritas Pertahanan Nasional untuk Tahun Fiskal 2020 di Pangkalan Militer Gabungan (Joint Base) Andrews, Maryland, AS, Jumat (20/12/2019)./Reuters-Leah Millis

Bisnis.com, JAKARTA - Sebelum menjadi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bukanlah penggemar berat OPEC alias organisasi negara-negara pengekspor minyak.

Saking sebalnya terhadap OPEC, Trump sampai memiliki bab khusus dalam bukunya berjudul "Time to Get Tough" yang dipublikasikan pada 2011 untuk menyerang kartel minyak ini karena menetapkan harga minyak secara tidak adil.

Trump bahkan mendukung undang-undang yang akan melucuti para negara anggota OPEC dari kekebalan berdaulat yang telah lama melindungi mereka terhadap tuntutan hukum.

Kejatuhan pasar minyak mentah yang belum pernah terjadi sebelumnya berikut booming minyak shale yang dengan cepat mengubah AS menjadi produsen minyak terbesar di dunia tampak telah mendorong perubahan suasana hati Trump.

Alih-alih menyerang kelompok tersebut dan menyerukannya untuk menurunkan harga minyak, Trump mendesak OPEC (juga Rusia) untuk berhenti membanjiri pasar dengan pasokan dan membantunya menaikkan harga.

"Jelas selama bertahun-tahun saya dulu berpikir OPEC sangat tidak adil," kata Trump kepada awak media di Washington, menjelang pertemuan darurat di antara anggota OPEC.

“Saya benci OPEC. Kalian ingin tahu yang sebenarnya? Saya membencinya. Karena suatu penetapan [harga minyak]. Namun di suatu titik, ini [kekesalannya] jebol dan berbalik ke arah yang berlawanan,” ungkapnya, seperti dilansir dari Bloomberg, Kamis (9/4/2020).

Trump tidak merahasiakan alasan tentang perubahan sikapnya.

"Kami memiliki industri energi yang sangat kuat di negara ini sekarang. No. 1 di dunia, dan saya tidak ingin pekerjaan-pekerjaan [dalam industri] itu hilang,” tutur Trump.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper