Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Pukul Balik Laporan Intelijen AS Soal Corona

China memukul balik laporan intelijen Amerika Serikat setelah dituding menyembunyikan tingkat penyebaran virus corona (COVID-19) yang sebenarnya.
Pekerja dari Departemen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mendisinfeksi area perumahan setelah wabah virus Corona, di Ruichang, Provinsi Jiangxi, China, pada Sabtu (25/1/2020)./Reuters
Pekerja dari Departemen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mendisinfeksi area perumahan setelah wabah virus Corona, di Ruichang, Provinsi Jiangxi, China, pada Sabtu (25/1/2020)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – China memukul balik laporan intelijen Amerika Serikat setelah dituding menyembunyikan tingkat penyebaran virus corona (COVID-19) yang sebenarnya.

Mengutip informasi sejumlah pejabat AS berdasarkan laporan rahasia intelijen AS kepada Gedung Putih, Bloomberg pada Kamis (2/4/2020) mengabarkan bahwa China telah melaporkan jumlah kasus dan kematian yang lebih kecil dari angka sebenarnya.

Laporan publik oleh pemerintah China mengenai jumlah kasus dan kematian akibat corona di negara itu disebut-sebut secara sengaja dipaparkan tidak lengkap. Laporan intelijen AS menyimpulkan bahwa angka-angka yang dilaporkan oleh China palsu.

Tidak terima atas tudingan tersebut, China menuduh AS berupaya untuk mengalihkan kesalahannya sendiri dalam menghadapi wabah virus corona.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying membela tindakan yang telah diambil China terhadap virus corona sejak kasus ini pertama kali mengemuka sebagai langkah yang terbuka dan transparan.

"Beberapa pejabat AS hanya ingin mengalihkan kesalahan,” ujar Hua dalam suatu briefing reguler di Beijing pada Kamis (4/2/2020), seperti dilansir dari Bloomberg.

“Sebenarnya kami tidak ingin berdebat dengan mereka, tetapi dihadapkan dengan analisis dan fitnah moral oleh mereka, saya merasa terdorong untuk mengambil kesempatan dan mengklarifikasi fakta kembali,” sambungnya.

Wabah virus corona bermula di Provinsi Hubei China pada akhir 2019, tetapi Negeri Tirai Bambu sejauh ini hanya melaporkan sekitar 82.000 kasus dan 3.300 korban jiwa akibat corona, menurut data yang dihimpun oleh Johns Hopkins University.

Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan dengan sekitar 189.000 kasus dan lebih dari 4.000 korban jiwa di Amerika Serikat, yang mengukuhkan AS sebagai negara paling terdampak virus mematikan ini di antara negara-negara lainnya di dunia.

Pada Rabu (1/4/2020) waktu setempat atau Kamis (2/4/2020) WIB, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa data virus corona yang dilaporkan di China tampak “membesarkan harapan”, tetapi dia belum menerima laporan intelijen yang mengatakan negara tersebut telah menyembunyikan tingkat penyebarannya.

"Jumlah yang mereka laporkan tampaknya sedikit membesarkan harapan, dan saya bermaksud baik ketika saya mengatakan itu," ucap Trump di Gedung Putih.

Trump menambahkan bahwa AS dan China terus-menerus berkomunikasi dan Beijing akan membelanjakan US$250 miliar untuk membeli produk-produk Amerika.

"Kami ingin mempertahankannya, mereka ingin mempertahankannya,” tambah Trump tentang kesepakatan perdagangan AS-China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper