Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dinilai tidak bisa lagi menggunakan Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya jika merujuk pada bagian penjelasan umum nomor 4 paragraf ke-3 di dalam Perppu tersebut.
Praktisi Hukum dari Universitas Jayabaya Ricky Vinando mengatakan bagian penjelasan umum Perppu Nomor 23 Tahun 1959 nomor 4 paragraf ke-3 disebutkan perlu diperhitungkan pula bahwa menurut undang-undang dasar kekuasaan, Pemerintah dipegang oleh Presiden yang dalam hal ini hanya bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Menurut Ricky, jika ditinjau dari segi hukum tata negara, Presiden Jokowi sudah tidak bisa memakai Perppu tersebut jika mau menetapkan keadaan darurat sipil Covid-19 jika situasi abnormal terjadi.
"Presiden Jokowi bukan sebagai mandataris MPR dengan kata lain tidak diangkat sebagai Presiden oleh MPR , melainkan terpilih sebagai Presiden melalui mekanisme demokrasi yaitu Pemilihan Umum [Pemilu] langsung oleh rakyat," tuturnya saat dikonfirmasi, Rabu (1/4/2020).
Ricky mengatakan bahwa Presiden yang sempat bertanggungjawab hanya kepada MPR yaitu hanya pada saat masa Presiden Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (GusDur), dan Megawati.
Namun, sejak masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Jokowi, keduanya tidak lagi diangkat sebagai Presiden oleh MPR, tetapi oleh rakyat Indonesia.
"Perppu itu dibuat merujuk UUD 1945 sebelum amandemen pertama dilakukan, hal itu bisa dilihat pada Bagian Penjelasan Perppu No 23 Tahun 1959, Angka 4 Paragraf 3 tadi. Lagi pula setelah UUD 1945 amandemen, khususnya amandemen terakhir Tahun 2002 sudah tidak ada lagi istilah Presiden diangkat MPR," katanya.