Bisnis.com, JAKARTA — Badan kesehatan AS memerkirakan angka kematian akibat COVID-19 di AS dapat mencapai 200.000 kasus.
Direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease Anthony Fauci mengatakan jumlah tersebut bisa saja terjadi.
"Melihat kondisi sekarang, kita melihat 100.000-200.000 kematian. Tetapi, kita tidak bisa membuat proyeksi ketika angkanya terus berubah, kita bisa saja keliru," paparnya dalam sebuah acara di CNN, seperti dilansir Bloomberg, Minggu (29/3/2020) waktu setempat.
Mengacu ke data Johns Hopkins CSSE, yang mengumpulkan data dari World Health Organization (WHO), Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS, dan komisi kesehatan China, per Senin (30/3) pukul 03.31 WIB, AS menjadi negara dengan jumlah kasus positif COVID-19 tertinggi di dunia, yakni mencapai 136.880.
Angka ini bahkan jauh lebih tinggi dari China, yang menjadi lokasi awal penyebaran virus corona. Pada periode yang sama, Negeri Panda mencatatkan jumlah kasus sebanyak 82.122.
Fauci mengindikasikan diperlukan langkah yang lebih tegas dalam upaya menghentikan penyebaran virus corona di Negeri Paman Sam. Dia menyebut larangan bepergian yang ditetapkan di negara bagian New York dan sekitarnya akan membantu menghentikan virus tersebut.
Baca Juga
New York merupakan daerah yang paling terdampak COVID-19 di AS, di mana sekitar 56 persen kasus positif disumbangkan oleh negara bagian ini.
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator Respons Virus Corona Gedung Putih Deborah Birx menyatakan tiap negara bagian mesti mempersiapkan diri seperti New York.
"Apa yang ingin kami sampaikan adalah ketika virus ini muncul di daerahmu, mohon diam di sana, di mana dirimu bisa mendapatkan perawatan, karena virus ini menyebar dengan sangat cepat di AS," ucapnya.