Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memberikan rekomendasi untuk melakukan karantina (lockdown) wilayah DKI Jakarta secara terbatas karena melihat sebaran virus corona (Covid-19) kian massif.
Surat yang beredar bertema Himbauan Dewan Guru Besar FKUI bagi Pemerintah Indonesia terkait Penanganan Infeksi COVID-19, dan ditujukan kepada Presiden Joko Widodo itu, memperhitungkan biaya yang dikeluarkan bila Jakarta lockdown.
Dewan Guru Besar FKUI itu memberikan ilustrasi bahwa imbauan menjaga jarak (social distance) dan tetap tinggal di rumah tidak efektif karena pergerakan pasien positif terus meningkat. Hingga Jumat (27/3/2020) sore, pemerintah mencatat 1.046 orang positif corona, 87 orang meninggal, dan 46 orang sembuh.
Lockdown, dan aturan pembatasan aktivitas sosial yang ketat di Provinsi Hubei, China terbukti efektif menurunkan kasus sebesar 37% lebih rendah dibandingkan dengan kota lain yang tidak menerapkan sistem ini.
Sebelum pemberlakuan lockdown, para peneliti memperkirakan Covid-19 akan menginfeksi 4% populasi China atau sekitar 50 juta penduduk, atau satu pasien terinfeksi akan menularkan virus ke dua orang atau lebih. Namun, pada pekan pertama lockdown, angka ini turun menjadi 1,05. Hingga pada 16 Maret 2020, WHO mencatat 81.000 kasus di China.
Simulasi model oleh Lai Shengjie dan Andrew Tatem dari University of Southampton, Inggris, menunjukkan, jika sistem deteksi dini dan isolasi diberlakukan sepekan lebih awal, dapat mencegah 67 persen kasus, dan jika diimplentasikan 3 minggu lebih awal, dapat memotong 95 persen dari jumlah total yang terinfeksi.
Baca Juga
Studi Wells et al menunjukkan pada 3,5 minggu pertama penutupan wilayah dapat mengurangi 81,3 persen kasus infeksi ekspor. Penurunan ini sangat berguna untuk daerah yang masih belum atau minimal terjangkit untuk melakukan koordinasi sistem kesehatan.
"Opsi lockdown lokal/ parsial perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia, melihat upaya social distancing belum konsisten diterapkan di masyarakat, masih terjadi kepadatan di beberapa transportasi publik, sebagian tempat wisata tetap dikunjungi, sebagian perkantoran, tempat makan, taman terbuka, dan pusat perbelanjaan tetap beraktivitas," demikian tulis rekomendasi Dewan Guru Besar FKUI.
Namun, perlu diperhatikan bagaimana dengan pekerja yang mendapatkan upah dengan kerja harian. Negara perlu menjamin hajat hidup minimal warga miskin selama minimal dua pekan, karena kegiatan perekonomian akan lumpuh total.
Apabila Jakarta melakukan local lockdown dengan total penduduk 9,6 juta:
- Makan 3x sehari dengan asumsi; makan pagi Rp5.000, makan siang Rp10.000, dan makan malam Rp10.000.
- Total untuk makan adalah Rp25.000 (untuk membeli beras, tahu, telor, per orang). Perhitungan untuk 1 hari biaya hidup dikalikan Jakarta dengan asumsi jumlah penduduk 9,6 juta x Rp25.000 = Rp240 miliar. Adapun untuk 14 hari biaya hidup di Jakarta Rp3,3 triliun.
- Kebutuhan listik kira-kira Rp4.543 per orang/hari. Dengan asumsi 1 hari : 9,6 juta x Rp4.543 = Rp43 miliar. Adapun untuk 14 hari di Jakarta Rp610 miliar.
- Kebutuhan air kira-kira Rp735 per orang/hari. Dengan asumsi 1 hari di Jakarta 9,6 juta x Rp735 = Rp7 miliar. Untuk 14 hari Rp98 miliar.
- Total dana yang dibutuhkan apabila lockdown selama 14 hari di Jakarta sekitar Rp4 triliun.
"Total penerimaan pajak Indonesia per November 2019 sebesar Rp1.312,4 triliun. Dengan penghitungan demikian, maka rasanya mungkin apabila melakukan local lockdown demi mencegah penularan Covid-19 lebih lanjut," tulis rekomendasi tersebut.
Adapun, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang dipimpin Anies Baswedan pada tahun ini mencapai Rp87,95 triliun.
"Pengembalian sebagian uang pajak dari rakyat untuk rakyat dengan adanya kejadian pandemi seperti ini merupakan tindakan yang wajar. Semoga hal ini juga menjadi bahan pertimbangan untuk memberikan sedikit keringanan biaya hidup dasar 14 hari bagi masyarakat Indonesia."
Dekan FK UI Ari Fahrial Syam membenarkan mengenai adanya rekomendasi tersebut. "[sebenarnya] Ini masih draf dan prosedur DGB [Dewan Guru Besar] FK [Fakultas Kedokteran] bersurat ke dekan FK dan selanjutnya diteruskan ke Rektor. Tapi, terlanjur viral," ujarnya kepada Bisnis, hari ini.