Bisnis.com, JAKARTA - Polemik soal masuknya 49 tenaga kerja asing (TKA) asal China beberapa waktu lalu belum usai. Ombudsman RI kembali bersuara soal itu. Kini, Ombudsman berpendapat bahwa masuknya pekerja asal Negeri Tirai Bambu tersebut menunjukkan lemahnya implementasi kebijakan pemberhentian sementara bebas visa kunjungan warga asal China.
"Selain itu juga kurang koordinasi instansi-instansi terkait, sehingga informasi yang disampaikan pejabat publik kepada masyarakat tidak sesuai fakta," kata Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, Rabu (18/32020).
Adapun dalam pencegahan dan penanganan penyebaran virus corona (Covid-19), pemerintah telah memutuskan sejak 2 Februari 2020 resmi menghentikan sementara kebijakan bebas visa kunjungan dan visa on arrival bagi seluruh warga negara China atau WNA yang mengunjungi negeri tersebut dalam 14 hari terakhir, untuk tidak transit ataupun masuk ke dalam kawasan Indonesia.
Namun demikian, pada 15 Maret 2020 sejumlah 49 warga negara asing asal China datang ke Indonesia melalui bandara Haluoleo Kabupaten Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara, untuk bekerja di pusat industri smelter PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI). "Hal tersebut menimbulkan keresahan bagi masyarakat," ujar Ninik.
Oleh karena itu, Ninik pun menyampaikan beberapa rekomendasinya. "Kementerian Kesehatan dalam hal ini Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit memastikan petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) baik di bandara maupun pelabuhan laut melaksanakan pemeriksaan terhadap setiap pendatang di wilayah kerjanya sesuai dengan SOP," ujarnya.
Kemudian, kata Ninik, Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Dirjen Imigrasi dan Kementerian Ketenagakerjaan Cq. Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan K3), harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap keberadaan pekerja tersebut. Sekadar catatan, 49 TKA itu diduga menggunakan visa kunjungan untuk bekerja.
Ninik melanjutkan bagi Pejabat Instansi Vertikal dan Daerah agar bisa meningkatkan komunikasi dan koordinasi serta lebih cermat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat berdasarkan data dan fakta yang ada. "Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dan keresahan pada publik," ungkapnya.