Bisnis.com, JAKARTA - KPK memanggil dua petinggi perusahaan BUMN. Mereka adalah Direktur PT Waskita Realty Tri Hartanto dan mantan Direktur Keuangan PT Waskita Karya, Danny Kusmanto.
Keduanya dipanggil dalam rangka penyidikan kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya dengan tersangka mantan Kepala Divisi ll PT Waskita Karya Fathor Rachman (FR).
“Para saksi dijadwalkan diperiksa untuk tersangka FR terkait tindak pidana korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Dalam jadwal pemeriksaan yang dipublikasikan oleh KPK kepada wartawan pada hari ini, Tri Hartanto dan Danny Kusmanto disebut sebagai pegawai PT Waskita Karya.
Selain itu, penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap dua saksi lainnya untuk tersangka FR, masing-masing bernama Dino Ario dan Agus Winarno. Keduanya merupakan pegawai PT Waskita Karya.
Diketahui selain Fathor, KPK juga telah menetapkan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar (YAS) sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Baca Juga
Fathor dan Yuly dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya. Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini.
Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Namun selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar. Dari perhitungan sementara dengan berkoordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar.
Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut. Diduga empat perusahaan subkontraktor tersebut mendapat "pekerjaan fiktif" dari sebagian proyek-proyek pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai.
Total terdapat 14 proyek terkait pekerjaan fiktif tersebut. 14 proyek itu antara lain proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, proyek Bandara Kualanamu, Sumatra Utara, proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.
Selanjutnya, proyek fly over Tubagus Angke, Jakarta, proyek fly over Merak-Balaraja, Banten, proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Atas perbuatannya, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.