Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) optimistis dapat menekan angka perkawinan anak ke level 8,74 persen pada 2024 dari posisi 11,21 persen pada 2018. Tahun lalu, 1 dari 9 perempuan usia 20-24 berstatus kawin sebelum umum.
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengatakan, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020, Presiden Joko Widodo menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,21 persen menjadi 8,74 persen.
"Tahun 2024 angka perkawinan anak mampu turun dari 11,21 persen menjadi 8,74 persen, bagi saya itu bukan mimpi. Saya yakin, saya optimis itu dapat diwujudkan dengan jalan bergandengan tangan semua stakeholder yang ada," ujarnya dalam keterangan resmi, Selaasa (18/2/2020).
PPPA menyebutan pada masyarakat dengan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan rendah, seringkali orang tua mengawinkan anaknya pada usia muda.
Padahal, selain anak belum siap secara fisik dan mental, pernikahan usia anak berdampak pada berbagai aspek kehidupan anak seperti kesehatan dan pendidikan.
Bintang Puspayoga mengatakan kerja sama dengan semua pihak sangat penting seperti keterlibatan Muslimat NU dan UNICEF melalui Bahtsul Masail.
Baca Juga
Mursyida Thahir, Dewan Pakar Bahtsul Masail PP Muslimat NU mengatakan, prihatin dengan persoalan perkawinan anak Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) akan membuat buku pedoman pencegahan pernikahan anak.
"Nantinya, buku tersebut disosialisasikan tidak hanya terbatas pada Muslimat NU di seluruh Indonesia tetapi juga untuk masyarakat luas,” paparnya.
Yenny Wahid, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Muslimat NU mengatakan, salah satu cara efektif untuk menekan angka pernikahan anak di bawah umur ialah dengan melibatkan organisasi berbasis agama.
"Persoalan perkawinan usia anak ini merupakan persoalan cukup besar, sehingga pelibatan umat Islam di Indonesia menjadi penting dalam pencegahan perkawinan anak dan memperbaiki indeks pembangunan manusia ke depan,” tambahnya.