Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan.
Tak hanya itu, KPK juga menetapkan DPO untuk dua tersangka lain, yakni Rezky Herbiyono yang juga menantu Nurhadi dan Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Tiga orang tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi, atau menerima hadiah atau janji terkait pengurusan suatu perkara.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan dalam proses DPO tersebut, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri tertanggal 11 Februari 2020 untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap tersangka tersebut.
Dia mengatakan KPK akan bertindak tegas dan terus memproses perkara ini dan akan melakukantindakan tegas sesuai hukum terhadap pihak-pihak yang tidak koperatif ataupunjika ada pihak-pihak yang melakukan perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi hukum.
"Sangat jelas di sana ancaman pidananya [merintangi penyidikan] adalah minimal tiga tahun dan maksimal 12 tahun atau dan denda Rp150 juta atau paling banyak Rp600 juta,"katanya, Kamis (13/2/2020) malam.
Baca Juga
Selain itu, KPK juga membuka akses penerimaan informasi keberadaan terangka untuk melaporkan kepada kantor kepolisisan terdekat atau menginformasikan kepada KPK melalui call center di 198.
Nurhadi diduga menerima gratifikasi atas tiga perkara di pengadilan. Dia disebut menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap/ gratifikasi dengan total Rp46 miliar.
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara OTT dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016.
Ketika itu, KPK menggelar operasi tangkap tangan yang menjerat Edy Nasution selaku Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan pegawai PT Artha Pratama, Doddy Aryanto Supeno.
Tim KPK pun telah mendalami sejauh mana peran istri Nurhadi, Tin Zuraida dalam kasus tersebut. Rumah Tin dan Nurhadi di bilangan Hang Lekir, Jakarta Selatan tak lepas dari geledah penyidik KPK. Saat penggeledahan, Tin diduga merobek-robek sejumlah dokumen dan membuangnya ke toilet. Dalam penindakan tersebut KPK menyita uang Rp1,7 miliar.
Hal tersebut terungkap dalam sidang dengan terdakwa Dody Aryanto Supeno di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin 15 Agustus 2016. Dalam sidang itu, Nurhadi bersaksi untuk Doddy.