Bisnis.com, JAKARTA—Mahkamah Konstitusi (MK) melaporkan penelitian Universitas Trisakti terkait tingkat kepatuhan terhadap keputusan MK pada 2013—2019. Ternyata, persentase ktidakpatuhan mencapai 22,01 persen.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menyampaikan ada temuan ilmiah penting yang cukup merisaukan. Hal itu merujuk kepada hasil penelitian tiga dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti terhadap 109 putusan MK dalam periode 2013—2018.
“Ada tiga kategori tingkat kepatuhan, yakni dipatuhi seluruhnya, dipatuhi sebagian, dan tidak dipatuhi,” paparnya saat memimpin sidang pleno Laporan Tahunan Mahkamah Konstitusi Tahun 2019, Selasa (28/1/2020).
Sebanyak 59 putusan atau 54,12 persen dipatuhi seluruhnya, sejumlah 6 putusan atau 5,5 persen dipatuhi sebagian, dan 24 putusan atau 22,01 persen tidak dipatuhi, sedangkan sisanya 20 putusan atau 18,34 persen belum dapat diidentifikasi secara jelas.
Anwar menyebutkan rasio ketidakpatuhan yang mencapai 22,01 persen mengundang tanda tanya besar dan patut menjadi perhatian. Pasalnya, ketidakpatuhan terhadap MK bertentangan dengan prinsip konsitusi dan hukum kenegaraan.
“Konstitusi merupakan hukum dasar tertinggi dalam bernegara. Berdasarkan pengalaman sejarah di berbagai belahan dunia, ketidaktaatan terhadap konstitusi menjadi awal runtuhnya sebuah bangsa,” paparnya.
Sebaliknya, kepatuhan terhadap putusan konstitusi mencerminkan kedewasaan dan kematangan bernegara. Indonesia merupakan negara demokrasi yang berdasarkan hukum.
3.005 Perkara
Sejak berdiri pada 2003 sampai dengan akhir Desember 2019, MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara.
Anwar menuturkan dari jumlah tersebut, perkara pengujian undang-undang mendominasi, yakni sebanyak 1.317 perkara. Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah diurutan kedua, yakni sebanyak 982 perkara.
Selanjutnya, Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif, DPR, DPD, dan DPRD sebanyak 671 perkara, dan perselisihan hasil pemilihan Presiden/Wakil Presiden terdapat 5 perkara. Adapun, Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) sebanyak 26 perkara.
Dari total 3.005 perkara, sebanyak 2.849 perkara telah diputuskan MK. Perinciannya, 397 perkara atau 13,93 persen dikabulkan, 1.005 perkara atau 45,81 persen ditolak, 1.004 perkara atau 34 persen tidak dapat diterima.
Kemudian, 60 perkara atau 2,11 persen dinyatakan gugur, 171 perkara atau 5,75 persen ditarik kembali, 25 perkara atau 2 persen merupakan tindak lanjut dari putusan sela, dan 11 perkara atau 1 persen MK menyatakan tidak berwenang mengadili.
“Sisanya sebanyak 30 perkara, hingga kini masih dalam proses pemeriksaan, dan diproses untuk 2020,” paparnya.