Bisnis.com, JAKARTA - Komisi I DPR kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan LPP TVRI hari ini Senin (27/1/2020). Kali ini giliran Dewan Direksi TVRI yang dimita buka-bukaan terkait kegaduhan perombakan dewan direksi.
Topik seputar pencopotan Direktur Utama TVRI tampaknya masih menjadi bahan perdebatan, seperti pada RDP Komisi I dengan Dewan Pengawas LPP TVRI yang digelar Selasa (21/1/2020). Simak live streamingnya di atas.
Dua topik menonjol menjadi bahan perdebatan waktu itu, yakni isu dissenting opinion soal pencopotan direksi dan Dewas tak mau tunduk tekanan politik untuk pengangkatan Dirut TVRI.
Simak ringkasan kedua topik itu dan videonya di bawah ini.
Tak ada dissenting opinion
Dewan Pengawas Televisi Republik Indonesia (TVRI) membantah ada pendapat berbeda (dissenting opinion) di dalam pengambilan keputusan pemecatan Helmy Yahya dari Direktur Utama TVRI.
"Yang disampaikan Ibu (anggota Dewas TVRI) Supra Wimbarti tadi itu bukan dissenting opinion. Dia nambahin itu penjelasan Direksi yang dia sampaikan," kata anggota Dewas TVRI Made Ayu Dwie Mahenny kepada ANTARA usai rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Selasa.
Tak mau Disetir Politik
Dewan Pengawas (Dewas) Televisi Republik Indonesia (TVRI) tidak terima apabila dipengaruhi secara politik untuk menganulir keputusan mereka sebelumnya, dengan mengangkat kembali Helmy Yahya menjadi Direktur Utama TVRI.
Ketua Dewas TVRI Arief Hidayat Thamrin berpandangan pengangkatan Direktur Utama TVRI menjadi kewenangan yang dimiliki Dewan Pengawas TVRI berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005.
"Bahwa kewenangan mengangkat dan memberhentikan Dirut ada di Dewas TVRI, sehingga DPR RI sekali pun tidak ada dasar hukumnya untuk mencampuri perusahaan," kata Arief.
Arief menambahkan bahwa hari ini Dewas TVRI hadir lengkap berlima untuk memberi penjelasan kepada Komisi I DPR RI tentang surat keputusan pemberhentian Helmy Yahya beserta alasan pelanggaran yang ada.
"Substansi sudah dibahas, tentang pelanggaran peraturan berdasarkan PP 13/2005 pasal 24, kemudian ada unsur kerugian lembaga, ada in-koordinasi, tentang inefisiensi, dan ada soal tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang sudah agak menyimpang dengan banyaknya program dari luar negeri," kata Arief pula.