Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III atau Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Desmond J. Mahesa mempertanyakan langkah Demokrat yang terus mendesak agar DPR membentuk panitia khusus (pansus) Jiwasraya.
Demond menolak jika pembentukan pansus itu berdasarkan ketidaksukaan SBY yang merasa dikaitkan dengan kasus Jiwasraya.
"Memangnya SBY yang berkuasa? SBY mau happy terus ya negara ini milik dia. Kalau semua dipenuhi selera SBY, ya rusak negara ini," kata Desmond di DPR pada Senin (20/1/2020) seperti dikutip dari Tempo.co.
Presiden Jokowi dalam sejumlah kesempatan mengatakan kasus Jiwasraya sudah terjadi sejak 2006--masa ketika Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono masih menjabat.
Staf pribadi SBY, Ossy Dermawan menyebut SBY mempertanyakan mengapa kasus itu ditarik ke belakang.
"Beliau tidak happy. Kok bisa kembali SBY disalahkan?" kata Ossy pada Minggu, 19 Januari 2020.
Baca Juga
Desmond menyarankan SBY menggugat Jokowi saja jika tak suka dikaitkan dengan perkara Jiwasraya semasa dia menjabat presiden.
"Urusan dia dengan Jokowi kok, bukan dengan kami di DPR dari Gerindra. Kalau dia tidak suka, bilang saja pencemaran nama baik, gugat saja Pak Jokowi, bukan masuk ke wilayah politik di DPR," kata Desmond.
Pansus Picu Kegaduhan
Seperti diberitakan Bisnis.com sebelumnya, meski Demokrat dan PKS kompak mendorong pembentukan pansus terkait dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) lebih memilih untuk pembentukan panitia kerja (panja).
Sekjen PPP Arsul Sani mengungkapkan pihaknya berbeda pendapat dengan Demokrat dan PKS dalam menyikapi kasus tersebut guna menghindari kegaduhan politik.
Menurutnya, PPP lebih memilih untuk membentuk panja ketimbang pansus karena selain memicu kegaduhan, Pansus juga tidak membantu mengembalikan dana nasabah layaknya yang pernah terjadi pada Pansus Century.
"Kenapa kami lebih pilih panja? Karena kami fokusnya ingin agar kasus ini tidak elemen politisnya dominan, padahal tujuan kita adalah pengembalian uang nasabah. Tentu kami hormati teman-teman Demokrat dan PKS untuk dibentuk Pansus, kan ada prosesnya kita musyawarah," ujarnya di Gedung DPR, Senin (20/1/2020).
Arsul juga mengatakan dengan panja bukan berarti pembahasan di DPR akan dilakukan secara ekslusif. Dia menegaskan, justru dengan panja persoalan akan diuraikan secara efektif dan terbuka kepada publik.
"Kami melihatnya kalau pansus kan seringkali gaduhnya duluan muncul tapi output akhirnya nggak jelas. Jadi kita Panja, nggak tertutup sama sekali," imbuhnya.
Adapun Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan bahwa Pansus Jiwasraya berpotensi mengganggu kinerja keuangan dan penyelamatan perusahaan Jiwasraya.
Peneliti Indef Eko Listiyanto menjelaskan dengan keberadan pansus nantinya, upaya restrukturisasi oleh direksi baru dan rencana aksi korporasi oleh pemegang saham akan terhambat. Dengan demikian pemulihan likuiditas perusahaan dan pemenuhan hak pemegang polis turut tersendat.
"Kita menghargai hak politik DPR atas pembentukan pansus, namun dikhawatirkan terlalu dipolitisir sehingga menelantarkan substansi target yang ingin dicapai yaitu stabilitas kinerja keuangan dan pemenuhan kewajiban pembayaran terhadap nasabah," kata Eko pekan lalu.