Kabar24.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi pada Kamis (9/1/2020).
Pemanggilan terhadap Nurhadi atas statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011—2016.
"Yang bersangkutan [Nurhadi] dipanggil dengan kapasitasnya sebagai tersangka," ujar Plt. Juru bicara KPK Ali Fikri, Kamis.
Hari ini merupakan perdana Nurhadi dipanggil sebagai tersangka. Sebelumnya, dia dipanggil sebagai saksi namun mangkir sebanyak tiga kali.
Selain Nurhadi, penyidik juga secara bersamaan memanggil Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto dengan kapasitasnya sebagai tersangka.
Kemudian, memanggil menantu Nurhadi bernama Rezky Herbiyono untuk menjadi saksi mertuanya tersebut.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi dengan total Rp46 miliar terkait pengurusan perkara di MA tahun 2011-2016.
Uang suap diduga diberikan salah satunya oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Dalam kasus suap, Nurhadi dan menantunya diduga menerima uang dari dua pengurusan perkara perdata di MA. Pertama, melibatkan PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero). Kemudian, terkait pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT dengan menerima Rp33,1 miliar.
Adapun terkait gratifikasi, tersangka Nurhadi melalui menantunya Rezky dalam rentang Oktober 2014–Agustus 2016 diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.
Ketiga tersangka sudah dicegah ke luar negeri selama 6 bulan ke depan terhitung sejak Kamis 12 Desember 2019.
Dalam perkembangan lain, Nurhadi resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapan status tersangka oleh KPK.
Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.