Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surplus Perdagangan Thailand-AS Meningkat, Baht Mulai Waspada

Baht berpotensi masuk ke dalam daftar mata uang yang diawasi oleh AS karena terindikasi dimanipulasi.
Baht Thailand./Reuters
Baht Thailand./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Surplus perdagangan Thailand dengan AS selama 12 bulan terakhir telah melebihi US$20 miliar, meningkatkan peluang baht untuk masuk ke dalam daftar pengawasan manipulasi mata uang milik AS.

Menurut data Biro Sensus AS yang dirilis Senin (6/1/2020), surplus perdagangan tersebut mencapai US$20,05 miliar dalam 12 bulan hingga November 2019. Angka tersebut melebihi batas US$20 miliar yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan (Depkeu) AS untuk defisit perdagangan barang-barang bilateral.

Dengan demikian, seperti dilansir Bloomberg pada Rabu (8/1), Thailand telah melanggar 2 dari 3 kriteria yang menjadi tolok ukur Depkeu AS dalam daftar pengawasan tersebut.

Perkembangan terakhir ini meningkatkan pengawasan terhadap kebijakan mata uang Thailand. Hal ini terjadi pada saat yang bersamaan ketika para pejabat di Bangkok untuk mengendalikan kenaikan baht yang hampir mencapai 6 persen terhadap dolar AS selama tahun lalu, apresiasi tercepat di antara mata uang utama Asia.

AS adalah mitra dagang terbesar ketiga Thailand, dengan total perdagangan senilai US$47 miliar pada 2018.

Laporan yang mencakup daftar negara-negara yang menjadi perhatian karena dinilai berpotensi melakukan manipulasi mata uang itu dirilis sebanyak dua kali dalam setahun oleh Depkeu AS. Negara-negara mitra akan masuk dalam daftar jika melakukan 2 dari 3 kriteria berikut:
- Surplus perdagangan dengan AS setidaknya US$20 miliar
- Surplus neraca berjalan minimal 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)
- Intervensi sepihak dalam mata uang yang setara dengan 2 persen dari PDB dalam 6 bulan selama 1 tahun

Dalam laporan Mei 2019, tiga negara Asia Tenggara yakni Singapura, Malaysia, dan Vietnam, dikutip untuk pertama kalinya dengan masing-masing dua pelanggaran. Sementara itu, Thailand disebut melakukan satu pelanggaran untuk surplus neraca berjalannya.

Surplus neraca berjalan Thailand bertahan di atas 2 persen dari PDB untuk setiap kuartal sejak akhir 2014.

Laporan terbaru Depkeu AS kali ini datang terlambat karena AS dan China sedang mengerjakan perjanjian perdagangan fase pertama yang diharapkan akan ditandatangani pada 15 Januari 2020.

Ini bukan pertama kali Thailand menjadi target AS atas kebijakan perdagangannya. Pada Oktober 2019, AS mengatakan akan menangguhkan US$1,3 miliar preferensi perdagangan yang dinikmati Thailand, mengutip kegagalan negara Asean tersebut untuk memberikan hak-hak pekerja seperti kebebasan berserikat dan perundingan bersama.

Meskipun Kementerian Perdagangan (Kemendag) Thailand mengatakan dampak langkah itu akan bersifat terbatas, kebijakan itu tetap membuat para pejabat terkait waspada ketika para eksportir Asia bertarung dalam perang perdagangan AS-China yang masih berlangsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper