Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dibayangi Perang Dagang, Industri China Mulai Bangkit

Produksi industri China naik pada laju tercepat dalam lima bulan terakhir pada November di tengah perselisihan dagang dengan Amerika Serikat, tetapi ekspor terus berada di zona kontraksi.
Ilustrasi produk buatan China/Istimewa
Ilustrasi produk buatan China/Istimewa

Bisnis, JAKARTA - Angka optimistis dari laba perusahaan yang bergerak di sektor industri di China datang di tengah pemulihan yang tidak merata akibat pelemahan permintaan yang meluas di dalam dan luar negeri.

Data Biro Statistik Nasional (NBS) menunjukkan bahwa keuntungan industri pada November naik 5,4% secara tahunan menjadi 593,9 miliar yuan atau senilai US$84,93 miliar.

Dilansir melalui Reuters, produksi industri naik pada laju tercepat dalam lima bulan terakhir pada November di tengah perselisihan dagang dengan Washington, tetapi ekspor terus berada di zona kontraksi.

China dan Amerika Serikat bergerak untuk meredakan perang dagang, yang berlangsung selama 17 bulan terakhir. Pada awal bulan ini bahkan telah mengumumkan kesepakatan dagang fase pertama yang akan mengurangi beberapa tarif impor AS.

Sebagai gantinya, China berkomitmen untuk membeli lebih banyak produk agrikultur dari Amerika.

"Kesepakatan itu dapat meningkatkan aktivitas ekspor China dan investasi perusahaan dalam waktu dekat, tetapi prospek ekonominya akan terus ditantang oleh pertumbuhan global yang lemah," kata sejumlah analis, dikutip melalui Reuters, Jumat (27/12).

Pada Selasa (24/12), Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dia dan rekannya, Presiden China Xi Jinping akan segera melakukan seremoni penandatanganan kesepakatan dagang fase pertama.

Ekonomi China berkembang pada laju paling lambat dalam hampir 30 tahun terakhir dan berpotensi menghadapi tekanan lebih besar tahun depan, tetapi para pembuat kebijakan telah menjanjikan lebih banyak dukungan untuk menstabilkan pertumbuhan dan mencegah risiko.

Sektor industri China yang luas kehilangan lebih dari 25 juta pekerjaan dari akhir 2013 hingga akhir 2018, sebagian besar di industri padat karya, menurut sensus ekonomi terbaru, karena biaya tenaga kerja naik di tengah transisi ekonomi negara tersebut.

"China berencana untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah sekitar 6% pada tahun 2020, bergantung pada peningkatan belanja infrastruktur negara untuk menangkal perlambatan yang lebih tajam," menurut beberapa sumber.

Beijing akan mempelajari penerapan stimulus tambahan termasuk pemotongan yang berbasis luas dan ditargetkan dalam rasio persyaratan cadangan bank (RRR), serta meningkatkan kuota pelunasan dan rediscount untuk membantu menurunkan biaya pembiayaan bagi perusahaan kecil.

Liabilitas di perusahaan industri China naik 5,3% secara tahunan pada akhir November, dibandingkan dengan kenaikan 4,9% pada akhir Oktober.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Rahayuningsih
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper