Bisnis.com, JAKARTA — Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi menggelar pertemuan kabinet untuk membicarakan isu keamanan menyusul gelombang unjuk rasa menentang diberlakukannya UU Kewarganegaraan baru, Sabtu (21/12/2019).
UU yang disahkan pada 11 Desember 2019 itu menuai kontroversi dan reaksi keras dari warga India. Dilansir dari Reuters, para pengamat menilai regulasi itu mendiskriminasi warga Muslim dan mengacuhkan konstitusi sekular India karena memasukkan agama dalam kriteria untuk mendapatkan kewarganegaraan India.
"Aturan ini menghunjam jantung Konstitusi, membuat India menjadi negara yang berbeda," tulis sejarawan Ramachandra Guha di harian The Telegraph.
Dia sempat ditahan oleh polisi karena ikut serta memprotes beleid tersebut dalam sebuah aksi di Bengaluru.
Pihak oposisi telah memastikan partai-partai lokal akan mencegah penerapan UU itu di negara bagian masing-masing.
Setidaknya 14 orang tewas dalam berbagai bentrokan antara warga sipil dan polisi. Meski aparat memberlakukan jam malam dan melarang aksi unjuk rasa, tapi demonstrasi terus berlangsung.
Baca Juga
Uttar Pradesh menjadi provinsi dengan kondisi paling mencekam, di mana sembilan orang meninggal dan beberapa lainnya dalam keadaan kritis di rumah sakit. Provinsi ini dikuasai oleh Bharatiya Janata Party (BJP), partai pengusung Modi, dan sudah lama menjadi saksi bentrokan antara warga Hindu mayoritas dengan minoritas Muslim.
Sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di provinsi terpadat India itu mengatakan polisi menggerebek rumah-rumah dan kantor-kantor untuk mencegah warga merencanakan unjuk rasa. Otoritas setempat juga menutup sekolah-sekolah.
Sementara itu, di Delhi, puluhan pengunjuk rasa ditangkap oleh polisi.
Provinsi yang juga menjadi lokasi unjuk rasa besar adalah Assam, salah satu provinsi termiskin India. Banyak warga lokal tak senang dengan aturan yang memudahkan migran non Muslim dari negara-negara tetangga, seperti Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan, yang bermukim di India sebelum 2015 untuk mendapatkan kewarganegaraan India.
Ketidaksukaan terhadap imigran dari Bangladesh sudah lama hidup di Assam, di mana warga luar baik Hindu maupun Muslim dituding mencuri pekerjaan serta tanah penduduk lokal.