Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik lima orang sebagai Dewan Pengawas KPK pada Jumat (20/12/2019).
Mereka adalah mantan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Albertina Ho; Mantan Hakim Agung, Artidjo Alkostar; dan Peneliti LIPI, Syamsuddin Haris; Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Harjono; dan Mantan jaksa dan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.
Albertina Ho
Albertina Ho pernah menjabat Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara suap pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Tambunan. Saat itu dia menghukum Gayus Tambunan 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Ia lahir di Maluku Tenggara, 1 Januari 1960. Dia alumnus Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) pada 1985.
Albertina menempuh Magister Hukum di Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto, dan lulus pada 2004.
Artidjo Alkostar
Menjabat Hakim Agung selama 18 tahun, Artidjo Alkostar telah menyelesaikan 19.708 perkara di MA atau 1.095 perkara per tahunnya. Dia pensiun pada 22 Mei 2018.
Artidjo Alkostar ahli hukum kelahiran Situbondo, Jawa Timur, pada 22 Mei 1948.
Dia dikenal sering memberikan hukuman berat kepada terdakwa kasus korupsi. Dia juga kerap menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam putusannya di banyak kasus besar.
Nama Artidjo makin santer jadi buah bibir ketika dia memperberat vonis 4 tahun penjara menjadi 12 tahun untuk politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh dalam kasus korupsi. Dia pun pernah memperberat hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam perkara korupsi proyek Wisma Atlet dari 7 tahun menjadi 14 tahun penjara.
Syamsuddin Haris
Syamsuddin Haris adalah peneliti senior Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI. Ia lahir di Bima pada 9 Oktober 1957. Syamsuddin merupakan Profesor Riset bidang perkembangan politik Indonesia dan doktor ilmu politik.
Syamsuddin Haris termasuk yang getol mendorong agar Presiden Jokowi menerbitkan Perpu KPK. Ia bahkan pernah menyebut revisi UU KPK cacat prosedural dan substansi.
Cacat prosedural karena dibahas secara tertutup, tergesa-gesa, dan tidak melibatkan KPK sebagai stakeholder utama yang diatur undang-undang tersebut.
Sedangkan disebut cacat substansi karena dianggap bertentangan dengan visi Jokowi mengenai pemberantasan korupsi. Sebab itu, Syamsuddin menuturkan dibutuhkan perpu untuk memulihkan visi Jokowi untuk menguatkan KPK.
Tumpak Hatorangan
Sementara itu, Tumpak merupakan jaksa yang pernah menjadi pimpinan KPK periode 2003-2007. Ia merupakan kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat, 29 Juli 1943.