Bisnis.com, JAKARTA – Politik Amerika Serikat mencatat sejarah dengan pemakzulan Presiden Donald Trump. Ia menjadi presiden ketiga Amerika Serikat yang dimakzulkan setelah Andrew Johnson dan Bill Clinton.
Richard Nixon nyaris dimakzulkan karena mundur sebelum pasal pemakzulan disahkan.
Pasal Pemakzulan
Donald Trump dimakzulkan dengan dua pasal. Pertama, Trump dituduh menggunakan wewenangnya sebagai presiden untuk menekan Ukraina demi kepentingan politik pribadi.
Kedua, Trump dituduh menghalangi pejabat pemerintahan bersaksi, tidak menyediakan bukti dokumen yang diminta, dan merintangi penyelidikan Kongres.
Konstitusi Amerika Serikat mengizinkan pemakzulan termasuk ketentuan untuk memakzulkan presiden atau pejabat federal lainnya, termasuk hakim.
Pemakzulan Amerika Serikat terinspirasi oleh proses dari sejarah konstitusional Inggris yang berasal dari abad ke-14, sebagai cara bagi Parlemen untuk meminta pertanggungjawaban para menteri raja atas tindakan mereka, menurut Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, dikutip dari Los Angeles Times, 19 Desember 2019.
Klausul dalam Konstitusi: Pasal II ayat 4, mengatakan, “Presiden, Wakil Presiden dan semua Pejabat Sipil Amerika Serikat, bisa dipecat dari jabatannya dengan pemakzulan sebagai hukuman atas Pengkhianatan, Penyuapan, atau Kejahatan Tinggi dan Pelanggaran Berat lainnya.”
Tahapan Pemakzulan menurut Konstitusi Amerika Serikat.
DPR AS membuka penyelidikan pemakzulan
Pertama, sebagai bagian dari tanggung jawab pengawasan dan investigasinya, DPR mempertimbangkan apakah akan mengajukan tuntutan pemakzulan terhadap pejabat federal.
Setiap anggota individu DPR dapat memperkenalkan resolusi pemakzulan atau DPR dapat memulai proses dengan mengeluarkan resolusi yang mengesahkan penyelidikan.
Proses pemakzulan saat ini dimulai setelah Ketua Nancy Pelosi mengesahkan penyelidikan.
Penyelidikan dimulai dengan kesaksian tertutup, yang kemudian dipublikasikan, oleh tiga saksi:
- William B. Taylor Jr., mantan duta besar AS untuk Ukraina
- George P. Kent, pejabat Departemen Luar Negeri untuk urusan Eropa dan Eurasia
- Marie Yovanovitch, mantan duta besar AS untuk Ukraina
Panel memutuskan apakah akan menyusun pasal pemakzulan
Komite Kehakiman DPR mendengar pendapat dari empat profesor hukum dalam audiensi publik:
- Jonathan Turley, Sekolah Hukum Universitas George Washington
- Noah Feldman, Universitas Harvard
- Pamela Karlan, Universitas Stanford
- Michael Gerhardt, Universitas North Carolina
Komite juga mempertimbangkan bukti-bukti terhadap Trump dari Komite Intelijen DPR dan menyetujui dua pasal pemakzulan: penyalahgunaan kekuasaan dan perintang Kongres.
Komite mengirim draf pasal pemakzulan ke DPR AS
Komite Kehakiman DPR memungut suara meneruskan pasal pemakzulan ke dewan penuh pada hari Jumat, 13 Desember, setelah 14 jam perdebatan.
DPR AS mengesahkan pasal pemakzulan
Ini adalah tahap sekarang. DPR AS yang dipimpin Demokrat telah sepakat untuk memakzulkan Donald Trump, 19 Desember 2019.
DPR AS menuduh Trump melakukan kejahatan berat dan pelanggaran ringan, standar konstitusional yang diperlukan untuk menjamin pemecatannya dari jabatan kepresidenan.
Penunjukan manajer
Setelah pasal pemakzulan disetujui, DPR menunjuk anggota untuk mengelola kasusnya di sidang Senat.
Para manajer bertindak sebagai jaksa di Senat dan biasanya berasal dari anggota Komite Kehakiman DPR AS. Jumlah manajer berbeda-beda, tetapi dalam persidangan pemakzulan sebelumnya, jumlahnya biasanya ganjil.
Senat menggelar persidangan
Sidang Senat diperkirakan akan dimulai pada Januari. Partai Republik, mayoritas yang menguasai Senat, ingin menggelar persidangan yang singkat dan mungkin satu hingga dua minggu, dibandingkan dengan persidangan lima minggu Presiden Clinton pada 1999 yang berakhir dengan pembebasannya.
Setelah persidangan dimulai, baik Demokrat DPR dan pengacara presiden diharapkan untuk menyajikan kasus mereka.
Senat dapat memutuskan untuk melanjutkan persidangan dengan memanggil saksi, tetapi Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell (Republik) menolak proposal dari Pemimpin Minoritas Senat Charles E. Schumer (Demokrat) untuk memanggil saksi.
Pemungutan suara di Senat
Untuk memecat presiden dari jabatannya, Senat harus memilih dengan suara mayoritas dua pertiga. Di Senat yang dikuasai Partai Republik, pemecatan Donald Trump tampaknya tidak mungkin.
Dikutip dari Reuters, pemakzulan akan membutuhkan mayoritas dua pertiga dalam 100 anggota Senat, yang berarti setidaknya 20 anggota Partai Republik harus bergabung dengan Demokrat dalam pemungutan suara melawan Trump. Sejauh ini tidak ada yang mengindikasikan mereka akan melakukannya.
Pemimpin Senat dari Partai Republik, Mitch McConnell, telah memperkirakan "tidak ada kesempatan" Senat akan memvonis Donald Trump.