Kabar24.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Farida Mokodompit pada Kamis (12/12/2019).
Dia dipanggil terkait dengan kasus dugaan suap kuota impor ikan pada 2019. Farida akan diperiksa dengan kapasitasnya sebagai direktur operasional Perum Perindo.
"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka RSU [Risyanto Suanda]," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah, Kamis.
Farida adalah salah satu direksi yang juga turut dibawa tim penyelidik ke Gedung KPK dalam operasi tangkap tangan. Hanya saja, dia dilepaskan dan masih berstatus saksi.
Selain dia, penyidik juga secara bersamaan memanggil Direktur PT Transforme Venteru Capital Cana Asia Limited, Desmond Previn; Komisaris PT Inti Samudra Hasilindo, Richard Alexander Anthony; dan seorang ibu rumah tangga, Efrati Purwantika.
Menurut Febri, mereka juga dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dengan tersangka yang sama.
Dalam kasus ini, penyidik tinggal menuntaskan penyidikan terhadap mantan Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda.
Sementara Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa selaku tersangka pemberi suap segera menjalani persidangan menyusul rampungnya proses penyidikan.
Dalam kasus ini, Risyanto Suanda ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menerima suap dari tersangka Direktur PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa sebesar US$30.000 terkait kuota impor ikan.
KPK menemukan adanya dugaan alokasifee Rp1.300 untuk setiap kilogram ikan berjenis Frozen Pacific Mackarel atau ikan salem yang diimpor dari China.
Kesepakatan fee itu lantaran perusahaan Mujib telah mendapatkan kuota impor 250 ton dari Risyanto Suanda selaku direktur utama saat itu untuk melakukan impor ikan. Padahal, seharusnya yang melakukan kegiatan impor tersebut adalah Perum Perindo.
Sebagai akal-akalan, impor ikan ke Indonesia tersebut disimpan di cold storage milik Perum Perindo guna mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang melakukan impor adalah Perum Perindo.
PT Navy Arsa Sejahtera selaku perusahaan importir ikan juga sebetulnya telah masuk daftar hitam sejak tahun 2009 karena melakukan impor ikan yang melebihi kuota.
Selain impor 250 ton, Risyanto juga menawarkan kuota impor ikan tambahan sebesar 500 ton kepada Mujib untuk bulan Oktober 2019 yang kemudian disanggupi Mujib pada suatu pertemuan.
KPK juga menduga Risyanto menerima uang dari perusahaan importir lain masing-masing sebesar 30.000 dolar Amerika Serikat, 30.000 dolar Singapura, dan 50.000 dolar Singapura.
Atas perbuatannya, Risyanto Suanda disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Adapun Mujib Mustofa disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.