Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah telah sesuai acuan.
Aturan itu tidak melarang mantan narapidana kasus korupsi untuk maju di kontestasi Pilkada.
Dia mengatakan bahwa Mahkamah Agung sudah menganulir PKPU sebelumnya. Alhasil, kata dia, beleid KPU itu sudah sesuai dengan aturan di atasnya.
"MA kan sudah menganulir PKPU sebelumnya. Kalau PKPU atau penyusunan peraturan perundang-undangan itu kan harus melihat peraturan yang di atasnya. Kita lihat selama ini kita pengalaman di MA. Sudah acuannya ke sana," kata Arwani di sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (7/12/2019).
Arwani menjelaskan seorang narapidana yang telah menjalani masa hukuman memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya. Hal ini terkecuali bila pengadilan memutus untuk mencabut hak politik atau hak lain dari narapidana tersebut.
"Mereka sudah melaksanakan hukuman, artinya ada hak-hak, kecuali hak-hak politiknya hilang," kata dia.
Pada PKPU Nomor 18 tahun 2019 pasal 3A, ayat 3 dan 4, disebutkan soal imbauan kepada partai politik mengusung sosok calon kepala daerahnya. Menurut Arwani hal tersebut sudah berada pada ranah parpol dan masyarakat.
Artinya, partai politik punya kewajiban dan tanggung jawab untuk memproses rekrutmen calon secara transparan, disamping mempertimbangkan sisi kepercayaan publik terhadap sosok tersebut.
"Bagi parpol berkewajiban punya tanggung jawab rekrutmen secara transapran. Dan rekrumen yang lebih memprioritaskan lebih kapabilitas, punya integritas. Tentu partai juga akan memperhatikan penuh. Faktor apa yang memiliki kepercayaan. Saya kira akan dipilih pada partai politik," katanya.
Komisi Pemilihan Umum telah menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU nomor 18 tahun 2019 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota.
Dalam PKPU 18/2019, para pendaftar berlatar belakang eks narapidana koruptor tidak dipermasalahkan. Padahal sebelumnya KPU pada pemilu 2019 melarangnya meski ditolak Mahkamah Agung (MA).
Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik mengatakan bahwa pada peraturan tersebut tertulis partai politik sebagai pengusung atau calon perseorangan diutamakan agar bukan mantan napi koruptor.