Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Perusahaan TKI Gugat UU Perlindungan Pekerja Migran

Aspataki menggugat Pasal 82 huruf a yang memuat pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar bagi setiap orang yang sengaja menempatkan calon PMI pada jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan calon PMI.
Tenaga kerja indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia tiba di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali./JIBI
Tenaga kerja indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia tiba di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali./JIBI

Kabar24.com, JAKARTA — Organisasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia atau Aspataki menggugat tiga pasal dalam UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ke Mahkamah Konstitusi.

Aspataki menyoal Pasal 54 ayat (1) huruf a yang berisi kewajiban perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) memiliki modal disetor minimal Rp5 miliar dalam akta perusahaan dan Pasal 54 ayat (1) huruf b yang mengharuskan setoran deposito minimal Rp1,5 miliar ke bank pemerintah sebagai jaminan perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI).

Selanjutnya, Aspataki menggugat Pasal 82 huruf a yang memuat pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar bagi setiap orang yang sengaja menempatkan calon PMI pada jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan calon PMI.

Turut diuji Pasal 85 huruf a yang mengatur pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar bagi setiap orang yang menempatkan PMI pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.

"Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi agar menyatakan norma Pasal 54 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 82 huruf (a) serta Pasal 85 huruf (a) UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tulis Wilman Malau, kuasa hukum Aspataki, dalam berkas permohonan yang diajukan di Jakarta, Jumat (6/12/2019).

Pemohon mendalilkan bahwa kewajiban bagi P3MI untuk memiliki modal disetor paling sedikit Rp5 miliar tidak adil. Alasannya, UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas hanya menentukan modal minimal Rp50 juta untuk mendirikan perusahaan. 

Sementara itu, kewajiban setor deposito minimal Rp1,5 miliar juga dirasa tak adil. Menurut pemohon, P3MI hanyalah sebagai pemberi informasi adanya peluang kerja di luar negeri.

"Selanjutnya peluang kerja tersebut akan diproses oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui Pusat Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Pelindungan PMI baik di daerah maupun di pemerintahan pusat," kata Wilman.

Pemohon lantas membandingkan UU No. 18/2017 dengan UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Dalam beleid lawas, modal yang disetor perusahaan hanya sebesar Rp3 miliar dan uang jaminan Rp500 juta. 

"Meskipun jumlah Rp3 miliar yang disebutkan dalam UU No. 39/2004 sesungguhnya sudah sangat berat, tetapi masih dapat dilaksanakan mengingat adanya kegiatan rekrutmen dan pelatihan yang menjadi tugas P3MI. Demikian juga uang deposito sejumlah Rp500 juta sesungguhnya juga sudah amat berat, tetapi karena secara bisnis masih memungkinkan maka mampu untuk  dilaksanakan oleh P3MI," tutur Wilman.

Aspataki mengklaim tiga pasal yang diuji bertentangan dengan Pasal 33, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28D ayat (1)  dan ayat (2) UUD 1945.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper