Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama K.H. Said Aqiel Siradj mengatakan pemilihan presiden oleh MPR lebih banyak manfaat ketimbang mudaratnya sehingga wacana sistem pemilihan itu perlu ditertimbangkan kembali.
Hal itu disampaikan Said Aqiel saat bertemu dengan pimpinan MPR yang dipimpin Ketua MPR Bambang Soesatyo saat berkunjung ke kantor pusat ormas Islam tersebut, Rabu (27/11/2019).
"Pertimbangan itu tidak hanya dilakukan oleh pengurus PBNU saat ini, tetapi juga para pendahulu, seperti Rais Aam PBNU almarhum Sahal Mahfudz, dan Mustofa Bisri. Mereka menimbang, pemilihan presiden secara langsung lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya," ujar Said Aqiel.
Selain itu, dia menambahkan bahwa pemilihan presiden langsung memakan biaya tinggi selain biaya sosial yang tak terhingga.
Selain mengusulkan pemilihan presiden dikembalikan ke MPR, PBNU juga usul supaya Pasal 33 UUD 1945 tentang pemerataan ekonomi dikaji kembali. Termasuk, PBNU mengusulkan supaya utusan golongan di Parlemen dihidupkan kembali.
Sementara itu, Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan pihaknya mendapat banyak masukan terkait rencana amendemen UUD setelah bertemu dengan para pengurus PBNU.
"Keterwakilan yang ada di parlemen baik DPD maupun DPR yang mewakili aspirasi kelompok minoritas juga diperlukan sehingga perlu dipikirkan kembali adanya utusan golongan," kata Bamsoet merujuk sikap PBNU.
Bamsoet menambahkan bahwa berdasarkan hasil Munas PBNU pada September 2012 di Cirebon, lembaga itu merasa pemilihan presiden dan wakil presiden lebih bermanfaat dan lebih tinggi kemaslahatannya. Karena itulah PBNU menilai lebih baik pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR, katanya.