Bisnis.com, JAKARTA - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik pada Selasa (26/11/2019).
Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Sharleen Raya Hong Arta John Alfred terkait dengan kasus dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016.
Pemeriksaan Nunik hari ini adalah jadwal ulang setelah sebelumnya pada Rabu (20/11/), dia tidak memenuhi panggilan dengan alasan surat belum diterima.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa salah satu materi pemeriksaan penyidik terhadap Nunik adalah mendalami soal hubungannya dengan pihak-pihak terkait di perkara ini.
"Termasuk pengetahuan saksi tentang indikasi aliran dana tekait dengan proyek ini," ujar Febri, Selasa (26/11/2019).
Febri tak menampik bahwa kapasitas Nunik dalam pemeriksaan hari ini adalah sebagai pengurus Partai Kebangkitan Bangsa. Menurut Febri, relasi Nunik dengan pihak yang berperkara di kasus ini terus didalami penyidik.
"Termasuk tentu saja dengan sejumlah anggota DPR karena keterkaitannya sebagai sesama politisi dan pengetahuannya tentang dugaan aliran dana tersebut," tuturnya.
Hanya saja, Febri tak merinci lebih jauh soal dugaan aliran dana yang dimaksud tersebut. Namun, dia memberi catatan bahwa hal itu berkorelasi dengan politisi di Senayan.
Sementara itu, Nunik usai diperiksa penyidik selama kurang lebih 8 jam tak berkomentar apapun pada wartawan. Dia keluar dari Gedung Merah Putih KPK pada pukul 17.57 WIB dan langsung bergegas cepat meninggalkan lokasi.
KPK sebelumnya menetapkan Komisaris dan Direktur PT Sharleen Raya Hong Arta John Alfred sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek di Kementerian PUPR. Sejauh ini, sudah ada 12 tersangka yang dijerat KPK.
Hong Arta diduga bersama-sama sejumlah pengusaha lain menyuap sejumlah penyelenggara negara untuk memuluskan usulan proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
KPK menduga Hong Arta memberi suap kepada Ketua Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar secara bertahap di tahun 2015.
Selain itu, Hong Arta memberikan suap sebesar Rp 1 miliar kepada anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP periode 2009-2014 Damayanti Wisnu Putranti pada November 2015.
Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.
Sementara Damayanti, divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar.