Bisnis.com, JAKARTA - Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang akan diamandemen Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melebar dari pembahasan awal. Muncul wacana mengubah masa jabatan presiden.
Sekretaris Fraksi Nasional Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Saan Mustopa mengatakan bahwa hingga kini partainya belum menentukan sikap.
“Karena kita masih ingin menghimpun masukan dari masyrakat. Jadi kita sedang proses menghimpun seluruh masukan terkait amendemen dari masyarakat. Sikap seperti apa [dari publik] terkait amendemen,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Saan menjelaskan bahwa amandemen tidak hanya sebatas membahas garis besar haluan negara (GBHN) saja seperti rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelumnya. Ada hal lain yang ingin dibahas Nasdem.
“Memang apa yang kita wacanakan itu kan soal amendemen yang menyeluruh. Terkait dengan itu, poin-poinnya apa saja, masyarakat sikapnya seperti apa, itu yang sedang kita himpun,” jelasnya.
Bagi Saan, Nasdem tidak mau sebuah proses politik tidak sesuai dengan sikap masyarakat. Itu hanya akan menimbulkan masalah baru.
“Mudah-mudahan nanti sebelum masuk masa sidang II [awal tahun] kita sudah bisa matangkan terkait sikap kita seperti apa,” ucapnya.
Isu yang disoroti soal amandemen adalah perubahan masa jabatan presiden. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ingin masa jabatan presiden menjadi tujuh tahun dan hanya bisa satu periode.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Arsul Sani menyebut Johnny G Plate sebelum dilantik menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika melempar wacana agar masa jabatan 1x8 tahun, 3x4 tahun, atau 3x5 tahun. Ide ini berasal dari masyarakat tanpa dia sebut namanya.