Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam pertemuan dengan para ilmuwan dan peneliti Indonesia di Busan, Korea Selatan mengatakan saat ini pemerintah baru menata riset dan inovasi.
"Kita tidak ingin pikiran kita itu semuanya kita kerjakan, dan enggak ada hasilnya semuanya. Jadi pemerintah sekarang ini ingin bekerjanya fokus, gampang dikontrol, dicek, diawasi, sehingga tidak semuanya. Memang ini kita baru menata untuk riset dan inovasi," kata Presiden Jokowi saat bertemu 22 ilmuwan dan peneliti Indonesia di Hotel Lotte, Busan, Korea Selatan, Senin (25/11/2019).
Jokowi mengatakan dengan berpindahnya Ibu Kota negara ke Kalimantan Timur, pemerintah akan merancang sebuah cluster besar untuk riset dan inovasi, di samping cluster pemerintahan dan cluster pendidikan yang memuat universitas-universitas kelas dunia.
"Saya enggak tahu nanti perisetnya ada berapa puluh ribu, tapi saya ingin gede banget karena memang sudah kita siapkan lahan di ibu kota yang baru dan kita ingin kalau sudah masuk ke sana artinya memang harus dibelokkan. Yang dulu anggarannya banyak ke infrastruktur akan mulai digeser masuk ke riset dan inovasi," jelasnya.
Jokowi juga mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah berfokus untuk menyelesaikan satu per satu pekerjaan besar di Indonesia.
Setelah berfokus pada pembangunan infrastruktur pada lima tahun ke belakang, kini pemerintah akan berfokus pada pembangunan sumber daya manusia pada lima tahun berikutnya.
Baca Juga
Presiden berharap setelah pembangunan SDM, pemerintah akan mulai berfokus pada pengembangan riset dan inovasi secara besar-besaran.
Presiden ada pertemuan dengan para peneliti yang dilaksanakan di sela menghadiri KTT Republik of Korea (ROK)-Asean, memberikan kesempatan kepada para peneliti yang hadir untuk memberikan masukan.
Gregorius Rionugroho Harvianto, salah seorang ilmuwan yang hadir, menyampaikan tiga gagasan untuk pembenahan riset dan inovasi di Indonesia.
Pertama, usulan pembentukan Universitas Riset Indonesia dengan mencontoh Korea Selatan ada University of Science & Technology (UST) yang berfokus merekrut lulusan S-1 untuk kemudian ditempatkan di lembaga-lembaga riset.
"Indonesia butuh Universitas Riset Indonesia karena kita butuh menambah jumlah peneliti Indonesia dalam waktu relatif singkat. UST menghasilkan lulusan dengan impact factor yang besar, tiap lulusan menghasilkan 2 paten dan 2 paper. Dana LPDP cukup besar, justru lebih baik dananya diputar di dalam negeri, untuk riset di dalam negerinya dibandingkan ke luar negeri," jelas Rio.
Selain itu, ia juga mengusulkan perlunya percepatan riset dan inovasi di industri, bukan hanya di lingkungan kampus.
Ketiga, ia mengusulkan revolusi konsep triple helix untuk sumber daya manusia Indonesia yang unggul.
Presiden Joko Widodo pun menanggapi usulan-usulan tersebut dengan baik. Menurut Jokowi, apa yang disampaikan para peneliti tersebut merupakan masukan-masukan segar yang bisa menginspirasi pemerintah dalam mengembangkan rumah besar riset Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional.
"Ini memang baru awal karena memang mimpi kita semua yang namanya balai penelitian, lembaga-lembaga penelitian dan riset kita, semuanya masuk ke dalam rumah besar itu. Karena sekarang kan berdiri sendiri-sendiri," kata Presiden.
Meskipun anggaran riset Indonesia belum sebanyak Korea Selatan yang mencapai 4,62 persen dari GDP-nya, tapi menurut Kepala Negara, anggaran riset Indonesia sudah banyak secara nominal. Anggaran tersebut tersebar di beberapa kementerian dan lembaga.
"Saya lihat kementerian ada Rp800 miliar, ada Rp700 miliar, setelah saya gabungkan semuanya angkanya itu Rp26 triliun. Menurut saya itu angka gede banget, meskipun belum segede 4,62 persen dari GDP," jelas Jokowi.
"Tapi kalau yang Rp26 triliun ini sudah benar, jalannya sudah benar, hasilnya juga ada, yang saya tagih hasilnya. Kalau benar sudah berhasil, sudah bagus, dan betul-betul bermanfaat untuk rakyat, untuk industri, untuk desa, untuk petani, nelayan, ya baru.. Kita memang belum masuk ke sana," tambahnya.