Bisnis.com, JAKARTA - Seorang mahasiswa di sebuah universitas Hong Kong yang jatuh dalam aksi demonstrasi akhir pekan lalu meninggal pada hari Jumat (8/11/2019).
Korban jiwa dari mahasiswa adalah yang pertama selama aksi demonstrasi anti-pemerintah yang sudah berlangsung berbulan-bulan dan kemungkinan akan jadi pemicu aksi lanjutan.
Chow Tsz-lok (22 tahun) seorang mahasiswa di Universitas Sains dan Teknologi (UST) Hong Kong, meninggal karena luka-luka yang dideritanya usai terjatuh dari lantai tiga ke lantai dua tempat parkir pada hari Senin (4/11) dalam operasi pembubaran oleh polisi.
Kematian Chow diperkirakan akan memicu demonstrasi baru dan kemarahan lebih lanjut terhadap polisi, yang sudah berada di bawah tekanan di tengah tuduhan penyalahgunaan kekuatan ketika meredam aksi protes dalam krisis politik terburuk dalam beberapa dekade terakhir ini.
Mahasiswa UST menghancurkan cabang Starbucks di kampus karena menjadi bagian dari waralaba yang dianggap pro-China, dan aksi unjuk rasa diperkirakan terjadi di seluruh wilayah saat senja turun, yang biasanya mulai berubah menjadi aksi kekerasan.
"Kecam kebrutalan polisi," tulis mereka di dinding kaca restoran, seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
Demonstran telah memadati rumah sakit minggu ini untuk mendoakan Chow, meninggalkan bunga dan ratusan pesan di dinding dan papan pengumuman di dalam gedung. Para mahasiswa juga mengadakan demonstrasi di universitas-universitas di seluruh Hong Kong.
"Bangun segera. Ingat kita harus bertemu di bawah LegCo," kata satu pesan, merujuk pada Dewan Legislatif wilayah itu, yang merupakan salah satu target demonstrasi. "Masih banyak hal yang harus kamu alami dalam hidupmu."
Para mahasiswa dan pemuda telah berada di garis depan dari ratusan ribu orang yang turun ke jalan sejak Juni untuk mendesak demokrasi yang lebih besar dan melakukan unjuk rasa menentang campur tangan China di Hong Kong.
Demonstrasi yang dipicu oleh RUU ekstradisi yang sekarang dicabut telah berevolusi menjadi seruan yang lebih luas untuk demokrasi, yang merupakan salah satu tantangan terbesar bagi Presiden China Xi Jinping sejak ia memimpin pada tahun 2012.
Dua surat kabar pro-China memuat iklan satu halaman penuh dari "sekelompok orang Hong Kong," yang menyerukan agar pemilihan dewan distrik tingkat paling rendah pada 24 November ditunda. Langkah ini akan memicu kecaman dari mereka yang menyerukan demokrasi.
Para pengunjuk rasa melakukan aksi kekerasan dengan melemparkan bom bensin, merusak bank, toko, dan stasiun kereta bawah tanah. Di sisi lain, polisi menembakkan peluru karet, gas air mata, meriam air dan, dalam beberapa kasus, peluru tajam di tempat-tempat terjadinya kekacauan.