Bisnis.com, JAKARTA – China menyuarakan keraguan untuk mencapai kesepakatan perdagangan jangka panjang yang komprehensif dengan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Keraguan ini dilemparkan oleh pejabat pemerintahan Presiden Xi Jinping bahkan ketika kedua belah pihak sebelumnya dikatakan hampir menandatangani perjanjian “Fase Satu”.
Menurut sumber terkait, melalui sejumlah perbincangan tertutup dengan pihak dari AS yang berkunjung ke China dalam beberapa pekan terakhir, para pejabat memperingatkan bahwa mereka tidak akan mengalah pada isu-isu paling krusial.
Terkait hal ini, mereka tetap mengkhawatirkan sifat impulsif Presiden Donald Trump dan risiko bahwa Trump akan mundur dari kesepakatan sementara yang dikatakan akan ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam beberapa pekan mendatang.
Dalam suatu kesempatan, beberapa pejabat menyuarakan pesimisme bahwa negosiasi perdagangan dengan AS di masa depan dapat menghasilkan sesuatu yang signifikan kecuali AS bersedia menurunkan lebih banyak tarif.
“Dalam beberapa kasus, mereka mendesak pihak yang berkunjung dari AS untuk membawa pesan itu kembali ke Washington,” tutur sumber tersebut, seperti dilansir dari Bloomberg (Jumat, 1/11/2019).
Baca Juga
Merespons pemberitaan ini, bursa saham AS pun tergelincir dan imbal hasil obligasi turun karena terbebani kekhawatiran tentang perang perdagangan yang berlarut-larut antara dua ekonomi terbesar dunia itu.
Perang dagang yang telah berlangsung lebih dari satu tahun antara kedua negara pun berdampak pada data ekonomi. Laporan terkini menunjukkan indeks prospek sektor manufaktur China turun ke level terendah sejak Februari.
Pada Rabu (30/10), pemerintah AS melaporkan perlambatan pertumbuhan AS ke tingkat tahunan 1,9 persen, terlemah sejak akhir 2018.
Trump telah mengatakan kedua negara akan segera mengumumkan lokasi baru di mana perjanjian perdagangan "Fase Satu" akan ditandatangani, setelah Chile menarik diri untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT APEC pada pertengahan November.
Langkah pertama itu, menurut pemerintahan Trump, dimaksudkan untuk mengarah pada kesepakatan yang lebih komprehensif. Kesepakatan ini melibatkan reformasi ekonomi yang lebih substansial ketimbang yang terkandung dalam fase awal yang diusulkan.
Namun para pejabat China merasa skeptis dan mengatakan bahwa langkah tersebut akan mengharuskan AS untuk mencabut tarif terhadap impor China. Ini bukanlah sesuatu yang mungkin akan diterima oleh Trump.
Menurut sumber lain, tarif terhadap impor China tidak harus segera dihapus tetapi ini harus menjadi bagian dari tahap berikutnya.
“China juga ingin Trump membatalkan gelombang baru tarif impor yang akan mulai berlaku pada 15 Desember mendatang terhadap sejumlah produk seperti ponsel pintar dan mainan sebagai bagian dari kesepakatan fase satu,” ungkap sumber itu.
Seorang pejabat China mengatakan pemerintah China terbuka dan bersedia melanjutkan perundingan setelah fase awal, tetapi kedua belah pihak mengakui bahwa akan sangat sulit untuk mencapai kesepakatan mengenai reformasi struktural dengan dalam seperti yang diinginkan AS.
Selama berbulan-bulan China telah menyatakan bahwa kesepakatan final harus mencakup dihapuskannya semua tarif. China juga menolak keras reformasi di bidang-bidang seperti perusahaan milik negara yang dapat membahayakan cengkeraman kekuasaan Partai Komunis.
Di sisi lain, sejauh ini, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan timnya bersikukuh bahwa tarif atas barang-barang China yang diberlakukan pada awal perang dagang akan dipertahankan dalam jangka panjang sebagai cara untuk menegakkan komitmen apapun yang dibuat China.