Bisnis.com, JAKARTA -- Hong Kong jatuh ke dalam resesi untuk pertama kalinya pada kuartal ketiga akibat aksi protes anti-pemerintah yang makin intens dan perang dagang AS-China yang berkepanjangan.
Aksi protes yang berlangsung selama 5 bulan terakhir telah menghancurkan sektor ritel dan pariwisata kota yang dikuasai China itu, dan hingga saat ini tidak terlihat tanda-tanda akan segera mereda.
Pemerintah Hong Kong mengumumkan, ekonomi China menyusut sebesar 3,2% pada kuartal ketiga dari kuartal sebelumnya, yang merupakan kontraksi kedua berturut-turut secara kuartalan atau didefinisikan sebagai resesi teknis.
Dari tahun sebelumnya, produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi 2,9%. Angka tersebut adalah yang terlemah untuk pusat keuangan Asia itu sejak krisis keuangan global pada 2008/2009.
Pemerintah juga merevisi turun data PDB kuartal kedua untuk menunjukkan pertumbuhan 0,4% secara tahunan, dari perkiraan awal 0,6% dan pembacaan berikutnya 0,5%.
Angka kuartalan direvisi turun menjadi -0,5%, dibandingkan dengan perkiraan awal -0,3% dan pembacaan selanjutnya -0,4%.
"Permintaan domestik memburuk secara signifikan," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan, dilansir melalui Reuters, Kamis (31/10/2019).
Menurut pernyataan tersebut, ekonomi yang melemah menekan sentimen konsumen dan demonstrasi skala besar menyebabkan gangguan besar pada sektor ritel, katering dan lainnya yang terkait dengan konsumen.
Pengeluaran konsumsi swasta mencatat penurunan secara tahunan untuk pertama kalinya dalam lebih dari 10 tahun.
Pemerintah mengatakan bahwa tanpa tanda-tanda protes akan mereda, konsumsi swasta dan sentimen investasi akan terus terpengaruh.
Beberapa bisnis Hong Kong telah meminta karyawan untuk mengambil cuti yang tidak dibayar dengan jumlah wisatawan terus menurun.
Capital Economics mengatakan dalam sebuah catatan penelitian bahwa sementara PDB mungkin akan terus berkontraksi pada kuartal keempat, laju kontraksi akan mereda dengan syarat tidak ada eskalasi lebih lanjut dalam demonstrasi.
"Pemulihan akan terhambat oleh investasi bisnis yang lemah, krisis politik kota telah merusak reputasi Hong Kong sebagai pusat keuangan yang stabil dan otonom," katanya dalam sebuah catatan kepada klien.