Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa risiko karsinogenik hanya muncul jika konsumsi produk mengandung ranitidin yang terdeteksi mengandung cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) di atas ambang batas dilakukan dalam jangka waktu lama.
Kepala BPOM Penny K. Lukito menjelaskan kabar terkait penarikan produk itu perlu disikapi dengan bijak. Masyarakat pun diharapkan tidak panik.
Menurutnya, risiko karsinogenik atau potensi terhadap kanker itu bisa muncul akibat pemakaian produk ranitidin dalam jangka waktu panjang atau lewat dari 70 hari.
"Artinya kalau ditemukan kadarnya berlebih, ada risiko. Itu pun baru risiko belum muncul. Kalau tidak lama menggunakan, efek karsinogenik tidak muncul," ujarnya, Jumat (11/10/2019).
Kendati demikian, Penny mengatakan pihaknya bersikap hati-hati sehingga pada 9 Oktober 2019 telah memerintahkan seluruh industri farmasi pemegang izin edar produk ranitidin untuk menghentikan sementara produksi, distribusi, dan peredarannya.
Ranitidin merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus, melalui kajian evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu. Ranitidin tersedia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, dan injeksi.
Namun, pada 13 September 2019, US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah yang relatif kecil pada sampel produk yang mengandung bahan aktif ranitidin.
Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 mg/hari (acceptable daily intake). Cemaran itu bersifat karsinogenik atau dapat memicu kanker jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.