Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi kembali membatalkan norma syarat minimal persebaran wilayah perolehan suara dalam penentuan pemenang pemilu presiden.
Pasal 416 ayat (1) UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur pemenang pilpres memperoleh suara minimal 50% dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi Indonesia.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengatakan norma tersebut serupa dengan Pasal 159 ayat (1) UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres). Dalam Putusan MK No. 50/PUU-XII/2014, MK menafsirkan ketentuan tersebut tidak berlaku bila pilpres diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Meski demikian, tambah Wahiduddin, pembentuk UU justru tidak memasukkan penafsiran MK tersebut dalam Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu. Karena itu, MK tetap konsisten dengan Putusan MK No. 50/PUU-XII/2014 sehingga syarat persebaran wilayah tidak berlaku bila pilpres diikuti oleh dua kontestan.
“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar Putusan MK No. 39/PUU-XVII/2019 di Jakarta, Senin (30/9/2019).
Anwar menjelaskan pula bahwa pertimbangan Putusan MK No. 39/PUU-XVII/2019 sama dengan Putusan MK No. 50/PUU-XII/2014. Putaran kedua tidak diberlakukan bagi pilpres yang diikuti dua kontestan karena telah memenuhi prinsip representasi keterwakilan seluruh daerah di Indonesia.
Alasannya, kontestan diajukan oleh gabungan partai politik nasional yang mewakili penduduk di seantero negeri. Dengan demikian, filosofi pilpres yang merepresentasikan seluruh rakyat dan daerah telah terpenuhi.
Ignatius Supriyadi, pemohon Perkara No. 39/PUU-XVII/2019, mengatakan kliennya memasukkan permohonan tersebut karena sempat mengemuka polemik sebelum penetapan hasil Pilpres 2019. Dia mengakui bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan PKPU No. 5/2019 yang sesuai dengan Putusan MK No. 50/PUU-XII/2014.
Meski kontestasi telah berakhir, pemohon merasa perlu melanjutkan pengujian agar MK menafsirkan kembali konstitusionalitas Pasal 416 ayat (1) UU Pemilu. Alasannya adalah untuk mencegah ketidakpastian atau kekosongan hukum.