Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi memenuhi panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (27/9/2019).
Imam akan diperiksa dengan kapasitasnya sebagai tersangka terkait kasus dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada KONI tahun anggaran 2018.
Mengenakan batik dan celana hitam, Imam tak menyinggung terkait kasusnya dan hanya memanjatkan doa kepada Tuhan. Imam siap menjalani takdir.
"Bismillahirrahmanirrahim, siap menjalani takdir ini karena setiap manusia pasti menghadapi takdir. Demi Allah, Dem Rasulullah, Allah itu maha baik, dan takdirnya enggak pernah salah," ujar Imam sesaat sebelum memasuki Gedung KPK.
Hari ini merupakan pemanggilan perdana Imam Nahrawi dengan kapasistasnya sebagai tersangka. Selain Imam, KPK juga memanggil pegawai Kemenpora bernama Atun.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MIU [Miftahul Ulum]," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, terpisah.
Baca Juga
Proses penyelidikan Imam sudah dilakukan KPK sejak 25 Juni 2019 dan dinaikan ke tahap penyidikan pada 28 Agustus. KPK juga telah melakukan pemanggilan Imam Nahrawi sebanyak tiga kali.
Namun, Imam tidak menghadiri permintaan keterangan tersebut yang dilakukan pada pada 31 Juli 2019, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, berdasarkan pengembangan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI tahun 2018.
Imam diduga menerima total Rp26,5 miliar dengan rincian Rp14,7 miliar dari suap dana hibah Kemenpora ke KONI, dan penerimaan gratifikasi Rp11,8 miliar dari sejumlah pihak dalam rentang 2016-2018.
Penerimaan Imam Nahrawi diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora.
Selain itu, penerimaan uang juga terkait dengan Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi saat menjadi menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi menpora dan pihak Iain.
Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.