Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan atlet bulu tangkis Taufik Hidayat pada Rabu (25/9/2019).
Dia akan diperiksa terkait dengan kasus penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI tahun anggaran 2018.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MIU [Miftahul Ulum]," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Pemanggilan ini merupakan kali kedua bagi Taufik setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Agustus lalu terkait pengembangan kasus dana hibah Kemenpora pada KONI.
Saat itu, selama kurang lebih diperiksa enam jam, Taufik mengaku ditanya soal posisinya sebagai Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) 2016-2017 dan Staf Khusus Menpora Imam Nahrawi di tahun 2017-2018.
Selain menantu Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu, KPK juga secara bersamaan memanggil saksi lain yaitu Edward Taufan Panjaitan selaku pegawai Kemenpora dan seorang pegawai BUMD,Tommy Suhartanto.
"Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MIU," kata Febri.
KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebagai tersangka suap dana hibah KONI dan dugaan penerimaan gratifikasi terkait jabatan.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum, berdasarkan pengembangan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI tahun 2018.
Imam diduga menerima total Rp26,5 miliar dengan rincian Rp14,7 miliar dari suap dana hibah Kemenpora ke KONI, dan penerimaan gratifikasi Rp11,8 miliar dari sejumlah pihak dalam rentang 2016-2018.
Penerimaan Imam Nahrawi diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora.
Selain itu, penerimaan uang juga terkait dengan Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi saat menjadi Menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait.
Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.