Bisnis.com, JAKARTA - Tindakan pidana perdagangan orang diduga menjadikan kasus pencari suaka atau pengungsi sebagai modus.
Antisipasi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia beroperasi di Indonesia dengan menyusup melalui pencari suaka dan pengungsi, demikian menurut Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
"Perlu diantisipasi modus operandi perdagangan orang bisa juga masuk menggunakan para pengungsi dan pencari suaka sebagai bagian dari transaksi mereka. Ini harus kita antisipasi bersama," ujar Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie saat ditemui pada acara sosialisasi di Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2019).
Menurut Ronny, salah satu contoh yang terjadi ketika aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Pusat menemukan para pengungsi di tempat yang tidak seharusnya.
Menanggapi hal itu Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan pengawasan ketat agar para pengungsi yang melakukan tindak pidana dikenai hukum yang berlaku di Indonesia.
"Karena tidak ada satu pun di Indonesia yang kebal hukum. Kalau ada pengungsi yang tercatat di UNHCR, menerima kartu pengungsi tapi melakukan tindak pidana ini juga perlu kita lakukan penegakan hukum terhadap dia," tegasnya.
Baca Juga
Baru-baru ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menampung para pencari suaka dan pengungsi di daerah Kalideres, Jakarta Barat.
Penampungan tersebut bekerja sama dengan Badan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Indonesia sebagai negara transit para pengungsi, menurut Ronny, sudah melakukan kerja sama yang baik dengan UNHCR sejauh ini untuk mengurus permasalahan pencari suaka.
"Kegiatan yang dilakukan UNHCR untuk memberikan perlindungan kepada para pencari suaka dan pengungsi sudah berjalan dengan baik kerja samanya dengan Indonesia, baik Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM melalui Ditjen Imigrasi," ujar Ronny.