Bisnis.com, JAKARTA - Ada yang berbeda dari penampilan mantan Ketua DPR Setya Novanto saat menjadi saksi terdakwa mantan Dirut PLN Sofyan Basir dalam sidang lanjutan perkara PLTU MT Riau-1 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).
Terpidana kasus proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) tersebut terlihat memelihara kumis dengan brewok yang dibiarkan tumbuh memenuhi sebagian pipinya.
Biasanya, wajah Novanto kerap bersih tanpa ada kumis ataupun brewok. Bisa dibilang, penampilan kali ini adalah gaya terbaru Setya Novanto.
Ketika disinggung apakah brewok tersebut asli atau palsu, mantan Ketua Umum Golkar itu memastikannya asli.
"Iya, asli ini," kata Novanto dengan balutan kemeja biru yang dipadankan dengan celana hitam.
Novanto sedikit bercerita dan bergurau, bahwa perubahan penampilan ini ketika masa penahanannya dipindahkan ke Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
"Iya, kan, di sana semua teroris. Jadi, saya, ini sebagai kenang-kenangan ha ha," kata Setnov.
Tak hanya itu, dia mengaku selama mendekam di Lapas Gunung Sindur dirinya rajin mengaji bahkan hapal beberapa juz Al quran.
"Tadinya saya baca Al quran terbata bata, akhirnya di sana bisa khatam dan masih bisa 16 juz lagi," katanya.
Dalam perkara PLTU MT Riau-1, nama Novanto sendiri muncul dalam dakwaan Sofyan Basir setidaknya lebih dari sepuluh kali. Kaitannya dengan Sofyan adalah termasuk soal sejumlah pertemuan dan pengawalan proyek PLTU MT Riau-1.
Pertemuan antara Novanto, Sofyan, mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan mantan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso digelar di rumah Novanto pada medio 2016.
Dalam pertemuan itu, Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan untuk diberikan kepada Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd.,.
Hanya saja, Sofyan ketika itu menjawab bahwa PLTGU Jawa III sudah ada kandidat calon perusahaan yang akan mendapatkan proyek dan malah mengarahkan Novanto untuk mencari proyek pembangkit listrik lainnya.
Pada kasus ini pula, Novanto yang mengenalkan Kotjo dengan Eni dan meminta agar Eni mengawal proyek PLTU MT Riau-1 yang tengah dibidik Kotjo. Dalam prosesnya, terjadi sejumlah pertemuan antara Kotjo, Eni dan direksi PLN guna membahas proyek tersebut.
Peran Novanto, yang menjembatani kepentingan Kotjo tersebut nantinya akan diguyur imbalan US$6 juta atau sebesar 24% dari 2,5% fee Kotjo sebesar US$25 juta dari nilai proyek US$900 juta.
Dalam kasus ini, Eni Saragih dan Kotjo sudah lebih dulu divonis bersalah. Eni terbukti menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari Kotjo.
Sementara Sofyan Basir didakwa telah melakukan pemufakatan jahat dengan memfasilitasi pertemuan antara Eni Saragih, eks-Sekjen Golkar Idrus Marham dan Johannes B. Kotjo dengan jajaran direksi PLN.
Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).
Padahal, Sofyan Basir mengetahui bahwa Eni Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Kotjo atas proyek tersebut.
Dalam dakwaan, Sofyan juga memerintahkan mantan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso untuk senantiasa mengawasi proses kontrak proyek PLTU MT Riau-1, menyusul permintaan Eni Saragih kepada keduanya agar Johannes Kotjo bisa segera mendapatkan proyek PLTU MT Riau-1 tersebut.