Bisnis.com, BOGOR -- Baiq Nuril, terpidana pelanggaran UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mengatakan surat pemberian amnesti yang diterimanya dari Presiden Joko Widodo akan dibingkai dan dipajangnya di rumah.
"Ini adalah surat paling berharga dalam hidup saya," ujarnya seusai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/8/2019).
Baiq Nuril menerima amnesti dari Presiden Jokowi pada Senin (29/7/2019). Kepala Negara pun mengundangnya untuk bertemu.
Dalam pertemuan pada hari ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyerahkan salinan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti kepada Baiq Nuril disaksikan oleh Presiden dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Baiq Nuril juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas pemberian amnesti kepada dirinya. Dia mengaku bangga terhadap Presiden Jokowi yang bersedia menerima dirinya di Istana Bogor.
Baiq Nuril mengajukan amnesti melalui Kantor Staf Presiden, setelah mengantongi rekomendasi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kemudian, rapat internal Komisi III DPR RI yang dihadiri 10 fraksi secara aklamasi menyetujui pertimbangan pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril yang disampaikan Presiden.
Baca Juga
Sebagai gambaran, kasus Baiq Nuril yang ramai menarik perhatian publik Indonesia ini bermula saat dia berinisiatif merekam percakapan telepon dengan atasannya, seorang kepala sekolah bernama Muslim, yang isinya bersifat asusila pada Agustus 2014.
Ponsel tersebut sempat rusak lalu diperbaiki oleh kakak iparnya. Tidak lama kemudian, rekaman audio itu menyebar secara luas. Oleh atasannya itu, Baiq dilaporkan ke polisi karena dianggap telah mendistribusikan rekaman perbincangan tersebut.
Dalam persidangan putusan pada 26 Juli 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq Nuril tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan. Kalah di persidangan, Jaksa Penuntut Umum kemudian mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pada September 2018, MA memutus Baiq Nuril bersalah. Pada Juli 2019, MA menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril. Dengan demikian, dia terancam dipenjara dan dikenai sanksi denda sebesar Rp500 juta karena dianggap melanggar Pasar 27 ayat 1 UU ITE.
Setelah itu, mantan pegawai honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu memohon amnesti kepada Presiden Jokowi. Berkat desakan publik, Jokowi kemudian memberikan amnesti itu.