Kabar24.com, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengimbau masyarakay untuk tidak mudah mengunggah data kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik dan Kartu Keluarga atau Kartu Identitas Anak ke media sosial.
Data-data kependudukan yang diunggah melalui media sosial itu akan muncul di mesin pencari seperti Google sehingga mudah diperjualbelikan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab atau ‘pemulung data’.
"Banyaknya gambar KTP-el dan KK yang tersebar di Google juga menjadi celah bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan," kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh dikutip dari keterangan resminya, Senin (29/7/2019).
Zudan menyebut banyak sekali data dan gambar KTP elektronik dan KK yang ditemukan melalui jaringan internet.
"Sekadar contoh, ketik 'KTP elektronik' di Google, dalam sekedipan mata [0,46 detik] muncul 8.750.000 data dan gambar KTP elektronik yang gambarnya tidak diblur sehingga datanya terpampang atau terbaca dengan jelas. Begitu juga ketika ketik clue 'Kartu Keluarga' di google, maka dalam waktu 0,56 detik muncul tak kurang 38.700.000 hasil data dan gambar KK," katanya.
Bahkan, lanjut Zudan, masyarakat pun dengan enteng menyerahkan salinan KTP elektronik, KK untuk suatu keperluan, seperti mengurus SIM dan lainnya melalui biro jasa.
"Data KTP-el dan nomor HP kita itu sudah kita sebarluaskan sendiri saat masuk hotel, perkantoran, dan lain-lain. Tak ada jaminan data tadi aman tidak dibagikan ke pihak lain sehingga muncul banyak penipuan," kata Zudan.
Begitu juga ketika mengisi ulang pulsa di konter atau warung kerap diminta menulis sendiri nomor HP di sebuah buku. Data Nomor HP di buku tadi ternyata laku dijual dan ada pembelinya.
"Jadi saya pastikan data kependudukan yang dijualbelikan itu bukan berasal dari Dukcapil. Saya juga ingin memastikan bahwa data NIK serta KK tersimpan aman di data base Dukcapil dan tidak bocor seperti dugaan masyarakat," katanya.
Sekadar informasi, sistem pengamanan data center Dukcapil dibuat berlapis, harus melalui tiga kali tahapan pindai sidik jari buat yang mau masuk ke data center. Dukcapil juga menggunakan jalur VPN saat berhubungan dengan operator.
"Jadi kalau bocor dari dalam sangat kecil kemungkinannya. Yang paling memungkinkan adalah penyalahgunaan data yang beredar luas di Google tadi dan dikumpulkan serta diolah oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan. Apalagi UU Perlindungan Data Pribadi saat masih digodog di Pemerintah. penyalahgunaan data kependudukan via medsos jadi sangat liar," katanya.
Sebelumnya diberitakan, pihak Ombudsman RI mengakui bahwa pemberian hak akses verifikasi data kependudukan oleh Ditjen Dukcapil itu clean dan safety.
Anggota Ombudsman RI Alvin Lie mengakui selama ini terdapat kesalahpahaman yang beredar di masyarakat bahwa swasta bisa mengakses data pribadi. Padahal, yang ada hanyalah hak akses verifikasi data sehingga tidak ada praktik inkonstitusional apapun.