Bisnis.com, JAKARTA -- Kantor Pengawas Keuangan Inggris (The Office for Budget Responsibility) mengatakan bahwa ekonomi terbesar kelima di dunia tersebut memasuki fase resesi yang lebih serius dan no-deal Brexit berpotensi melipatgandakan anggaran negara tahun depan.
Badan pengawas keuangan publik tersebut juga menyatakan bahwa Inggris kemungkinan besar akan melaporkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan atau bahkan terkontraksi untuk kuartal kedua.
"Hasil survei menunjukkan pelemahan pada Juni, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan cenderung tetap lemah. Ini menimbulkan risiko bahwa ekonomi akan memasuki fase resesi secara penuh," tulis badan tersebut tentang prospek keuangan publik, seperti dikutip melalui Reuters, Kamis (18/7/2019).
Badan pengawas tersebut menuturkan, no-deal Brexit akan menurunkan tingkat kepercayaan dan menghambat investasi sehingga dapat memicu hambatan dagang yang lebih tinggi dengan Uni Eropa.
Mengacu pada proyeksi International Monetary Fund, dampak dari no-deal Brexit juga dapat melemahkan poundsterling dan menyebabkan kontraksi pada ekonomi sebesar 2% pada akhir 2020.
No-deal Brexit, opsi yang kemungkinan diambil oleh dua calon perdana menteri yang tengah bersaing untuk kepemimpinan berikutnya, diperkirakan akan menambahkan jumlah pinjaman publik untuk tahun anggaran 2020-2021 sebesar 30 miliar poundsterling atau senilai US$37,4 miliar.
Badan ini mengatakan, janji kampanye yang disampaikan Boris Johnson dan Jeremy Hunt tentang pemangkasan anggaran belanja serta pajak justru akan memberatkan anggaran negara.
Baca Juga
"Kerangka pengelolaan pengeluaran negara nampaknya berada di bawah tekanan ditambah lagi dengan kepemimpinan partai Konservatif yang menjanjikan kebijakan dan akan membebani anggaran jika benar dilakukan," tulis mereka.