Bisnis.com, JAKARTA -- Polisi menahan enam orang dalam unjuk rasa yang berlangsung di salah satu kawasan yang populer untuk turis di Hong Kong, Minggu (7/7/2019).
Koordinator unjuk rasa mengklaim ada 230.000 orang yang ikut serta dalam aksi tersebut di Kowloon, daerah populer yang berada di seberang distrik bisnis Hong Kong. Namun, polisi menyatakan jumlah pengunjuk rasa maksimal hanya 56.000 orang.
Reuters melansir Senin (8/7), bentrokan terjadi kemarin setelah polisi mencoba membubarkan para pendemo. Sebelumnya, para pengunjuk rasa memblokade jalanan dalam aksi damai memprotes RUU Ekstradisi.
Rencana pemberlakuan RUU Ekstradisi telah memicu serangkaian unjuk rasa besar-besaran sejak bulan lalu. Jika diberlakukan, maka beleid itu akan memungkinkan pelaku kejahatan untuk dikirim ke China daratan untuk menghadapi persidangan.
Hal itu dipandang sebagai hal yang tidak dapat diterima oleh warga Hong Kong, yang menilai bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebebasan yang dinikmati kota pelabuhan itu. Sejak diserahkan oleh Inggris ke China, Hong Kong menganut "One Country, Two Systems"--yang membuat para penduduknya dapat menikmati kebebasan yang lebih leluasa dibandingkan di China daratan, termasuk dalam hal sistem peradilan yang independen dan hak untuk melakukan protes.
Meski pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam sudah meminta maaf dan menyatakan menunda penerapan RUU Ekstradisi, tapi warga Hong Kong tidak puas. Mereka menuntut Lam untuk mundur dan penghapusan RUU tersebut sepenuhnya.
Baca Juga
Serangkaian unjuk rasa dan bentrokan yang terjadi telah menelan sejumlah korban. Dikutip dari Time, setidaknya ada empat orang yang meninggal dunia terkait dengan protes ini.