Bisnis.com, JAKARTA - Iran mengancam akan memulai kembali reaktor air beratnya (heavy water) yang "berbahaya" dalam tiga hari ini kalau negara mitra dalam perjanjian nuklir tidak melindungi sektor perdagangannya seiring memanasnya hubunagn negara itu dengan Amerika Serikat (AS).
Presiden Hassan Rouhani mengatakan seperti persyaratan dalam perjanjian bersejarah pada 2015, Iran menghapus inti reaktor dan mengisinya dengan semen pada Januari 2016. Akan tetapi, AS mengingkari perjanjian itu pada tahun lalu meski turut menandatangninya empa tahun lalu.
"[Tapi] mulai 7 Juli dan seterusnya, jika Anda tidak mematuhi semua komitmen Anda kepada kami maka kami akan kembali mengoperasikan reaktor Arak ke kondisi sebelumnya," ujar Rouhani memperingatkan sepeti dikutip Aljazeera.com, Kamis (4/7/2019).
Dia menegaskan bahwa yang dimaksud dengan kondisi semula adalah kondisi di pusat reaktor Arak yang dapat menghasilkan plutonium.
"Kami akan kembali ke sana kecuali Anda mengambil tindakan sehubungan dengan semua komitmenmu tentang Arak," katanya.
Akan tetapi, Rouhani tetap membuka pintu bagi negosiasi dan akan kembali mengurangi cadangan uraniumnya yang diperkaya di bawah batas 300 kg yang ditetapkan oleh perjanjian nuklir jika negara penandatangan seperti Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan China menghormati janji mereka.
Baca Juga
Rouhani mengancam pengayaan uranium lebih lanjut akan dilakukan jika negara-negara tesebut gagal bertindak.
"Pada 7 Juli, tingkat pengayaan kami tidak akan lagi menjadi 3,67 persen. Kami akan mengesampingkan komitmen ini. Kami akan meningkat melebihi 3,67 persen menjadi sebanyak yang kita inginkan, sebanyak yang diperlukan, sebanyak yang kami butuhkan," kata Rouhani.
Ketegangan meningkat antara Washington dan Teheran sejak Trump menarik Washington dari perjanjian nuklir tahun lalu dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran dalam upaya untuk mengurangi penjualan minyak internasionalnya menjadi nol.
Akibatnya, kekhawatiran akan pecahnya konflik militer meningkat. AS telah mengangkut kapal induk, pembom B-52, dan pesawat tempur F-22 ke wilayah Teluk setelah Trump mengatakan orang-orang Iran tengah "bermain api".
Hesamodin Ashena, penasihat Presiden Hassan Rouhani, memperingatkan Trump agar tidak mendengarkan kelompok garis keras dalam pemerintahannya dan mengisyaratkan agresi terhadap Iran dapat menjadikannya "presiden satu periode”.