Bisnis.com, BANDUNG – Guru Besar Ilmu Hadits pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung Prof Dr H Moh Najib prihatin atas hasil survei Setara Institute tentang paham radikalisme di mahasiswa.
Hasil survei Setara Institute menyatakan mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung paling konservatif dalam beragama dan lebih fundamentalis.
"Saya sangat prihatin dengan hasil penelitian tersebut. Apalagi diketahui banyak mahasiswa yang berpandangan radikalisme. Namun demikian disisi lain saya mengapresiasi penelitian yang dilakukan Setara Institute," kata Najib di Bandung, Rabu (3/7/2019).
Ia mengapresiasi Setara institute sebagai lembaga yang bergerak di bidang riset merilis itu. "Terlepas apa dan bagaimana metodeloginya, akan tetapi dari sisi akademis riset itu ranah yang perlu diapresiasi," katanya.
Dia mengatakan saat ini yang menjadi persoalan ialah hasil riset dari Setara Institute perlu dijadikan bahan untuk melakukan kajian, analisa dan evaluasi terhadap objek yang menjadi objek riset.
"Meskipun ada orang yang setuju dan tidak setuju dan terlepas bagaimana responnya, tetapi sebagai sebuah kegiatan akademik itu perlu diapresiasi," kata dia.
Terkait hasil survei yang menyatakan ada banyak mahasiswa yang terpapar radikalisme, dia sangat khawatir dengan hal tersebut.
"Ya kita prihatin ada pandangan-pandangan yang terorientasi pada radikalisme. Apalagi kalau memang radikalisme itu mengarah pada nilai nilai yang bertentangan dengan falsafah negara, tentunya itu harus kita sikapi, bagaimana selanjutnya dilakukan pembinaan pembinaan yang tidak mengarah pada radikalisme," kata Najib.
Najib yang juga menjabat Ketua ICMI Korwil Jabar mengatakan banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi pandangan radikalisme di kalangan mahasiswa dan civitas akademi.
Seperti halnya dengan menggelar diskusi, seminar, FGD, dan sosialisasi tentang pandangan islam yang moderat serta pandangan islam yang berwawasan pada kebangsaan.
"Jangan membenturkan antara pandangan agama dengan pandangan kebangsaan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, ada beberapa hal yang perlu dilakukan di UIN SGD Bandung diantaranya dengan melakukan pemetaan yang lebih komprehensif tentang apa dan bagaimana pandangan mahasiswa dan civitas akademik secara objektif, tentang hubungan antara agama dan bangsa.
"Jadi harus kita petakan juga bagaimana peta pemikiran radikalisme di kalangan civitas akademika itu, berapa persen pandangan pandangan yang mengarah ke radikalisme," katanya.
"Termasuk juga ditelusuri apa penyebabnya, apa dasar pemikiran mereka, apa landasannya, bagaimana nilai ideologi yang mereka jadikan referensi," lanjut kandidat Rektor UIN SGD Bandung ini.
Setelah dipetakan, lanjutnya perlu dikaji bentuk sosialisasi seperti apa yang efektif untuk memberikan pandangan pandangan mereka yang lebih objektif rasional.
"Khususnya terkait dengan bagaimana islam yang moderat. Termasuk membangun pandangan yang baik, bagaimana menjalin hubungan antara agama dan negara yang harmonis. Tidak membenturkan antara agama dengan negara," katanya.
Menurutnya, untuk mensosialisasikan pandangan islam yang moderat hal itu bisa dilakukan dengan cara berkoordinasi dan kerja sama pihak terkait seperti dengan BNPT, pemerintah daerah, pemerintah pusat, kementerian, juga dengan lembaga lain sehingga civitas akademi pun bisa memiliki pandangan universal.
"Pandangan universal tentang Islam ini penting, bahwa antar sesama manusia penganut agama adalah saudara, antar umat manusia adalah saudara dan antar anak bangsa itu saudara. Jadi tidak mendikotomikan suatu perbedaan sebagai bentuk satu konflik permusuhan, baik karena perbedaan agama, perbedaan suku dan perbedaan pandangan atau pilihan," katanya.
Dirinya berharap mahasiswa dan civitas akademika harus terhindar dari pandangan radikalisme, termasuk paham paham ormas terlarang seperti DI, TII, HTI, ISIS, JAT yang memiliki ideologi seperti khilafah, yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan NKRI.