Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti Pertahanan dan Keamanan LIPI Diandra M Mengko menilai Perpres nomor 37/2019 tentang Jabatan Fungsional Tentara Nasional Indonesia bukan semata-mata jalan keluar bagi permasalahan 'perwira tinggi menganggur'.
Sebelumnya, Diandra menjelaskan persoalan ini diawali sejak 1990-an saat terlalu banyak prajurit TNI yang direkrut. Asumsi saat itu tentara bisa ditempatkan di mana saja, termasuk di ranah politik, pemerintahan, duta besar, BUMN, atau lembaga peradilan.
Kondisi tersebut ditambah lahirnya UU nomor 34 tahun 2004 yang memperpanjang usia pensiun Perwira Tinggi hingga 58 tahun. Dampaknya, para "perwira tinggi yang menganggur" kini semakin menumpuk.
Menurut Diandra, negara masih memiliki pekerjaan rumah sebagai tindak lanjut dari Perpres ini. Negara perlu menjelaskan ke publik analisis jabatan internal TNI seperti apa saja yang dibutuhkan, serta bagaimana pengembangan karir selanjutnya bagi para Pati tersebut.
"Akan seperti apa skema jabatan fungsional itu belum muncul di Perpres tersebut. Misalnya berapa penambahan staf ahli panglima, atau dosen, peneliti, guru militer, itu belum terungkap," ujar Diandra kepada Bisnis, Selasa (2/7/2019).
"Kalau berkaca dari Inggris, jabatan fungsional itu berjenjang, misalnya seseorang dosen militer bisa jadi Profesor Brigjen, tapi tidak bisa jadi Jenderal. Nah, kalau Indonesia skemanya mau seperti apa, belum dijelaskan," tambah Diandra.
Jika teknis pelaksanaan jabatan fungsional belum terlalu jelas arahnya, Diandra menyarankan pihak berwenang membuat kajian ilmiah atau studi komparatif terlebih dahulu. Diandra berharap Perpres ini bukan hanya menjadi aturan sementara yang hanya menuntaskan masalah sesaat.
Seperti diketahui, sebelumnya penerbitan Perpres ini menuai polemik. Sejumlah pihak mengkhawatirkan Perpres ini akan membangkitkan kembali sistem Dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.