Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tanggapi Eksepsi, Jaksa KPK Tepis Tuduhan Kuasa Hukum Sofyan Basir

Jaksa KPK membeberkan tanggapan untuk tim penasihat hukum Sofyan Basir dalam kasus suap PLTU Riau 1.
Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir (tengah) bersiap menjalani sidang dakwaan kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir (tengah) bersiap menjalani sidang dakwaan kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Kabar24.com, JAKARTA — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi salah satu argumentasi atas eksepsi yang diajukan terdakwa kasus PLTU MT Riau-1 Sofyan Basir, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).

Salah satu argumentasi itu terkait dengan anggapan tindak pidana korupsi telah terjadi (voltooid) sebelum dugaan kejahatan pembantuan yang dituduhkan kepada Sofyan Basir.

Sebelum menjawab salah satu argumen itu, Jaksa KPK menyatakan bahwa sebetulnya hal itu telah masuk pada pokok perkara dan bukan pada eksepsi. Namun demikian, Jaksa tetap membeberkan tanggapan untuk tim penasihat hukum Sofyan.

Menurut Jaksa, Sofyan Basir telah melakukan sejumlah pertemuan dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni M. Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk membahas proyek PLTU Riau-1. Pertemuan itu terjadi pada rentang waktu 2016 s/d 2018. 

Sedangkan dalam surat dakwaan, menurut Jaksa, telah tercantum secara lengkap locus dan tempus penerimaan uang secara bertahap oleh Eni Saragih sesudah Sofyan Basir melakukan pertemuan dengan Eni dan Kotjo.

"Bahwa dalam surat dakwaan penuntut umum pada halaman 9 mencantumkan rincian penerimaan uang oleh Eni Saragih dalam kurun waktu 18 Desember 2017 sampai dengan 13 Juli 2018," kata Jaksa KPK.

Dengan demikian, alasan penasihat hukum Sofyan yang menyatakan tindak pidana korupsi telah terjadi dengan sempurna sebelum Sofyan Basir bertemu dengan Eni Saragih dan Kotjo dinilai harus dikesampingkan. 

Hal itu karena hadiah berupa uang dari Kotjo baru diterima Eni Saragih dan eks Sekjen Golkar Idrus Marham pada kurun waktu 18 Desember 2017 s/d 13 Juli 2018, atau setelah Sofyan Basir melakukan pertemuan dengan Eni dan Kotjo untuk membahas proyek PLTU MT Riau-1.

"Dengan demikian, dalih atau alasan penasihat hukum terdakwa haruslah ditolak atau dikesampingkan," ujar Jaksa.

Sementara itu, ketua tim penasihat hukum Sofyan, Soesilo Aribowo mengaku bagian argumentasi ini akan menjadi concern tim penasihat hukum.

Menurut dia, dalam surat dakwaan Jaksa KPK pertemuan antara Kotjo, Eni Saragih dan juga mantan Ketua DPR Setya Novanto terjadi pada tahun 2016 yang di mana pada saat itu telah terjadi kesepakatan atau fee proyek sebesar 2,5%.

"Itu terjadi pada 2016. Ada di surat dakwaan. Namun, menindaklanjuti pertemuan itu dilakukanlah pertemuan oleh Ibu Eni dengan Pak Sofyan Basir. Artinya, kejadian suap menyuap itu sudah sempurna pada tahun 2016," kata Soesilo usai sidang.

Dengan demikian, Soesilo heran ketika kliennya tersebut disangka sebagai pembantuan dengan didakwa Pasal 15 UU Tipikor. Soesilo menganggap bahwa tindak pidana korupsi sudah sempurna dilakukan di awal.

"Nah ini pembantuan yang mana? Sementara kalau kita lihat dalam Pasal 56 KUHP pembantuan itu terjadi pada sebelum terjadi tindak pidana korupsi. Tadi saya tidak melihat secara gamblang dijawab oleh penuntut umum," paparnya.

Sementara pada tahun 2017, lanjut dia, telah masuk pada pembagian-pembagian uang suap untuk Eni dan Idrus sehingga dia menilai tindak pidana suap terjadi pada 2016.

"Dan pertemuan dengan Pak Sofyan Basir kan terjadi setelah itu."

Dalam perkara ini, mantan Dirut PLN Sofyan Basir didakwa telah memfasilitasi pertemuan antara mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni M Saragih, eks Sekjen Golkar Idrus Marham dan salah aatu pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes B. Kotjo dengan jajaran direksi PLN.

Hal itu bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).

Padahal, Sofyan Basir mengetahui bahwa Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Kotjo atas proyek tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper