Kabar24.com, JAKARTA — Upaya penyelesaian aset PT Amanah Bersama Umat (ABU), perusahaan haji umrah setelah berstatus pailit diharapkan berjalan lancar agar para kreditur yang tidak jadi berangkat ke Arab Saudi bisa mendapatkan kembali penggantian uang secara adil.
Pasalnya, kurator meminta kepada para kreditur supaya kooperatif memberitahukan lokasi keberadaan aset-aset perusahaan dan tidak menjualnya tanpa pemberitahuan kurator.
Kurator PT Amanah Bersama Umat (Abu Tours) Susy Tan mengatakan bahwa saat ini timnya terus mengejar aset-aset debitur untuk dikumpulkan sebagai budel pailit sambil menunggu hasil putusan kasasi di Mahkamah Agung yang diajukan pendiri Abu Tours setelah tidak puas dijatuhi vonis penjara 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Makassar.
"Kami sampai harus mencari aset-aset itu ke beberapa provinsi, ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Kendari, di Kalimanta. Itu aset mereka [Abu Tours] ada di mana-mana. Jadi tolong calon jemaah atau kreditur memberitahukan kepada kami aset Abu Tours, supaya kami amankan dan jangan dijual oleh kreditur," kata Susy kepada Bisnis, Minggu (30/6/2019).
Pengamanan terhadap aset Abu Tours sangat penting, menurutnya, supaya ketika Mahkamah Agung RI memberikan putusan menolak kasasi pendiri Abu Tours maka aset-aset yang telah diamankan bisa dilanjutkan dalam daftar budel pailit dan segera dijual.
Susy mengatakan, aset Abu Tours tidak semata-mata dalam status sita umum dalam kepailitan tetapi juga sita pidana. Pasalnya, kata dia, pendiri Abu Tours terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atau tindakan kejahatan.
"Ada dua aset Abu Tours, sita pidana dan sita umum. Yang sita pidana juga jumlahnya cukup banyak dan bernilai tinggi. Ada yang dijaminkan ke pihak ketiga. Kalau sudah incracht atau berkekuatan hukum tetap, apapun kalau kasasi ditolak, maka kurator bisa membereskan aset-aset debitur," ucap Susy.
Perkara kepailitan Abu Tours bermula dari permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Harmawati (pemohon I), Nurhayati Arifn (pemohon II) dan Syalbiah (pemohon III) ke Pengadilan Niaga Makassar dengan perkara No. 4/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Mks, pada 16 Maret 2018.
Ketiganya adalah agen atau mitra dari Abu Tours yang menjual paket wisata khususnya paket umrah kepada Abu Tours kepada masyarakat.
Pengajuan PKPU terpaksa dilayangkan ke pengadilan karena karena selama kurun 2017, pemohon menyetor atau membayar kepada Abu Tours senilai Rp410,14 juta untuk keberangkatan calon jemaah umrah pada 2018.
Dari pembayaran pemohon I sebanyak 20 calon jemaah umrah atau senilai Rp282,80 juta telah melalui masa waktu pemberangkatan atau jatuh tempo yang seharusnya mereka berangkat umrah, pada Januari-Februari 2018.
Pemohon II membayar setoran sebanyak Rp878,96 juta kepada Abu Tours, tetapi 30 calon jemaah atau senilai Rp413,12 juta telah melewati masa pemberangkatan. Hal sama dialami pemohon III yang menyetor dana kepada Abu Tours senilai Rp5,49 miliar dan 150 calon jemaah dengan nilai Rp1,76 miliar tidak dapat berangkat seperti telah dijanjikan pada Januari-Februari 2018.
Dalam persidangan permohonan PKPU itu, PN Makassar menjatuhkan hukuman bahwa telah terbukti Abu Tours memiliki utang dan dapat ditagih kepada para pemohon PKPU yang totalnya selain kepada ketiga pemohon juga kreditur lain yakni, kepada 9 agen dan 1 vendor total mencapai Rp18,20 miliar.
Pengadilan selanjutnya menetapkan Abu Tours dalam PKPU. Dari hasil verifikasi tagihan PKPU, Abu Tours memiliki utang kepada Rp1,6 triliun. Setelah mendapatkan kesempatan restrukturisasi utang via pengadilan, Abu Tours tetap tidak mampu melewati belenggu PKPU dan tidak bisa memberikan proposal perdamaian kepada para kreditur yang mencapai 1.600 orang tersebut.
Sehingga Abu Tours diputuskan pailit pada 20 September 2018 dan setelah dinyatakan pailit, kurator membuka daftar tagihan baru.
"Total tagihan sebanyak Rp1,8 triliun dengan jumlah kreditur mencapai 80.000 orang, terdiri dari pada agen, penyedia tiket, katering dan lainnya. Kreditur separatis hanya 15% memegang tagihan piutang, nilainya kecil dibandingkan konkuren," ucap dia.
Di sisi lain, Direktur Utama Abu Tours Hamzah Mamba didakwa dengan kasus penggelapan, penipuan dan pencucian uang karena diduga menggunakan dana Jemaah Abu Tours senilai Rp1,2 triliun untuk kepentingan pribadi.
Pendiri Abu Tours ini dijerat dengan pasal 45 ayat (1) jo pasal 64 ayat (2) UU Penyelenggaraan haji subsider pasal 372 dan 378 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 3,4,5 UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Selain itu, putusan lainnya aset milik Abu Tours kini menjadi sitaan dari pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan.