Bisnis.com, JAKARTA - Tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Mulut Tambang Riau-1, Sofyan Basir, disebut-disebut dalam keadaan stres menyusul ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (27/5/2019) malam.
Sehari setelah ditahan, tim penyidik KPK langsung memeriksa Sofyan Basir guna mendalami peran Sofyan dalam pusaran kasus ini. Namun, pemeriksaan tak berjalan mulus lantaran Sofyan disebut dalam keadaan meriang.
Kuasa hukum Sofyan Basir, Soesilo Aribowo, mengatakan kliennya itu masih perlu adaptasi di rutan KPK. Menurut Soesilo, Sofyan meminta pemeriksaan dihentikan karena mengeluh tidak enak badan.
"Tadi hanya empat pertanyaan, kemudian beliau minta dihentikan karena meriang, mungkin kurang tidur atau masih agak stres, masih perlu beradaptasi di rutan, ya," kata Soesilo usai menemani Sofyan Basir, Selasa (28/5/2019).
Tim penyidik menurutnya menghentikan dan belum masuk ke subtansi pemeriksaan lantaran adanya keluhan dari Dirut nonaktif PLN tersebut. Bahkan, Sofyan sempat diperiksa oleh dokter untuk kemudian diberikan obat.
Usai diperiksa, Sofyan Basir mengaku hanya melanjutkan materi pemeriksaan yang sebelumnya. Ini merupakan pemeriksaan ketiga bagi Sofyan sebagai tersangka.
"Cuma sedikit. Hanya melanjutkan saja [pemeriksaan sebelumnya]," kata Sofyan singkat sambil bergegas masuk mobil tahanan KPK.
Dalam perkara PLTU Riau-1, KPK sudah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka keempat menyusul pengusaha Johannes B. Kotjo, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, dan eks-Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Sofyan diduga menerima janji fee proyek dengan nilai yang sama dengan Eni M. Saragih dan Idrus Marham dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B. Kotjo.
KPK menduga Sofyan Basir berperan aktif memerintahkan salah satu direktur di PLN untuk segera merealisasikan power purchase agreement (PPA) antara PT PLN, Blackgold Natural Resources Ltd. dan investor China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC).
Tak hanya itu, Sofyan diduga meminta salah satu direkturnya untuk berhubungan langsung dengan Eni Saragih dan Johannes B. Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan meminta direktur di PLN tersebut untuk memonitor terkait proyek tersebut lantaran ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.