Bisnis.com, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Jumat (17/5/2019).
Agus yang juga mantan Gubernur Bank Indonesia itu akan diminta keterangannya terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau KTP-el.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MN [Markus Nari]," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat, Jumat (17/5/2019).
Belum tahu apa yang akan digali tim penyidik dari Agus Martowardojo. Pemanggilan Agus tak hanya kali ini saja. Dia pernah dipanggil KPK namun urung hadir pada pemeriksaan, Selasa (7/5/2019).
Agus terlihat memenuhi panggilan KPK dan bergegas masuk ke Gedung Merah Putih. Dia enggan berkomentar banyak terkait pemeriksaannya hari ini.
"Nanti saja setelah selesai," katanya.
Baca Juga
Tahun lalu, Agus Martowardojo juga pernah menjadi saksi dalam kasus ini dan dikonfirmasi perihal mekanisme anggaran tahun jamak (multiyears contract) dalam pengadaan paket penerapan KTP-el.
Selain, terkait penganggaran proyek e-KTP yang berubah dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) murni.
Dalam kasus ini, tersangka Markus Nari dijerat dengan 2 sangkaan sekaligus yaitu kasus korupsi proyek KTP-el dan dugaan merintangi penyidikan.
Mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar itu diduga meminta uang sebanyak Rp5 miliar kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman. Dia sudah menjadi terpidana dalam kasus ini.
Sebagai realisasi permintaan tersebut, diduga telah terjadi penyerahan uang sekitar Rp4 miliar kepada Markus Nari.
Saat ini, memang tinggal Markus Nari yang masih dalam proses penyidikan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2017.
Sementara tujuh orang lainnya sudah divonis bersalah dengan hukuman pidana yang bervariasi.
Mereka adalah Irman, Sugiharto, Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Narogong, Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan Made Oka Masagung.
Ketujuh orang itu terbukti melakukan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun dari proyek KTP-el sebesar Rp5,9 triliun.