Bisnis.com, JAKARTA—Mabes Polri mengaku tidak mau ambil pusing terkait pengakuan terdakwa Setya Novanto mengenai adanya sejumlah aliran dana kejahatan korupsi e-KTP yang masuk ke beberapa nama kader partai politik dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Setyo Novanto menyebutkan adanya aliran dana kejahatan hasil korupsi e-KTP masuk ke kantong tiga politisi Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP), yaitu Puan Maharani, Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo
Wakapolri Komjen Pol Syafruddin mengatakan pengakuan tersebut bukan ranah Kepolisian, melainkan ranah Pengadilan Tipikor untuk terus mengusut tuntas perkara tersebut.
"Itu bukan urusan kami. Itu urusan sana pengadilan," tuturnya, Jumat (23/3).
Sebelumnya, Jaksa Agung H.M Prasetyo memastikan akan mempidanakan dan membubarkan partai politik yang terbukti menerima aliran uang hasil kejahatan dan tindak pidana korupsi karena partai politik bisa dianggap sebagai korporasi untuk dijadikan subjek hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Jaksa Agung, HM Prasetyo mengemukakan partai politik yang menerima aliran uang hasil kejahatan atau tindak pidana korupsi dari kadernya bisa dijerat dengan hukuman pidana, hal tersebut dinilai sama seperti kasus PT Indosat Mega Media (IM2), di mana korporasi mau pun partai politik dapat dijadikan subjek hukum dan dijerat dengan TPPU demi memulihkan uang negara.
"Lagi pula kan sudah ada juga di UU Parpol yang menyebutkan jika parpol terbukti telah menerima aliran dana kejatan atau korupsi, parpol itu bisa dibubarkan," katanya.
Sebelumnya, terdakwa Setya Novanto mengakui ada sejumlah nama kader partai partai politik menerima aliran dana proyek e-KTP pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Nama tersebut adalah Puan Maharani, Pramono Anung dan Ganjar Pranowo. Selain itu dana tersebut juga digunakan untuk Rapimnas Golkar.